(Sayangnya,
orang tua tidak selalu merupakan penasehat yang baik karena mereka
tidak selalu dipandu oleh apa yang terbaik bagi kesejahteraan rohani
anak mereka, tetapi oleh pertimbangan duniawi ... Tetapi jika orang
tuamu menghidupi iman mereka, mereka merupakan penasehatmu yang terbaik
karena mereka memahamimu dengan baik sekali dan saran mereka bisa
diabaikan meskipun baik dan cukup beralasan. Umumnya, jika kamu meminta
saran mereka sebagaimana mestinya, kamu akan mendapatkannya) ~ Saint
John Bosco
Keluargaku
Rabu, 30 Januari 2013
InjMgBiasa IV
InjMgBiasa IV th 3 Feb 13 C(Luk
4:21-30)
Rekan-rekan
yang baik!
Injil
Minggu Biasa IV tahun C, yakni Luk 4:21-30, amat erat hubungannya dengan
petikan yang dibacakan Minggu lalu, yakni pengajaran Yesus di sebuah rumah
ibadat di Nazaret. Orang-orang terpesona oleh pengajarannya tetapi mereka juga
menginginkan dia berbuat mukjizat di situ seperti di tempat lain. Yesus tidak
menuruti keinginan mereka. Ia mengatakan bahwa Yang Mahakuasa mengutus nabi
Elia untuk menolong seorang janda di tanah Sidon. Juga banyak orang kusta di
Israel pada zaman Elisya, tapi hanya Naaman orang Siria disembuhkan. Mendengar
ini semua marahlah orang-orang yang tadinya mengaguminya. Bahkan mereka
menyeretnya keluar kota dan mau menjatuhkannya ke dalam tebing... Apa arti
kejadian ini?
DIALOG
PEMANASAN
ANI:
Belum jelas Injil hari ini. Konteksnya kan Luk 4:21 seperti dibacakan hari
Minggu yang lalu. Di situ ada dikatakan "orang-orang membenarkan dia dan
heran akan kata-kata yang indah yang diucapkannya..." Lalu mereka mulai
kurang percaya dan berkata, "Bukankah ia ini anak Yusuf?"
LEX:
Nanti dulu! Ungkapan "Bukankah ia ini anak Yusuf" jangan ditafsirkan
sebagai ungkapan keraguan begitu saja. Lain sama sekali dari ungkapan mencibir
seperti "Lha itu kan anaknya Minto Areng itu ta?" yang diucapkan
orang di pasar ketika melihat Slamet anak Pak Minto penjual arang itu kini maju
dalam pilkada.
ANI:
Habis artinya apa?
LEX:
Orang-orang di Nazaret sudah tahu betapa kondangnya Yesus. Mereka juga
menyaksikan sendiri penampilannya di sinagoga mereka. Lalu mereka mbatin, lho,
orang kita ini bikin macam-macam hal hebat di lain tempat. Kok tidak di sini
lebih dulu. Dia itu kan anak Yusuf yang kita kenal itu. Masakan tidak ingat
orang sekampung, mentang-mentang sudah jadi orang besar.
ANI:
Apa ini juga menjelaskan perkataan Yesus selanjutnya?
LEX:
Ia tahu orang-orang itu mengharapkan supaya ia membuat mukjizat di Nazaret.
Mereka iri Yesus mulai di tempat lain, kok tidak di kotanya sendiri.
ANI:
Ah sekarang jadi jelas mengapa Yesus kemudian juga berbicara mengenai Elia dan
Elisya. Ia mau mengatakan, kalian ingat, nabi-nabi sakti zaman dulu pun tidak
mengerjakan hal-hal besar di kampungnya sendiri, melainkan di wilayah lain dan
bagi orang-orang luar. Tapi ini justru perkara yang membuatku heran. Kenapa ia
tidak mulai di Nazaret?
LEX:
Mereka mengharapkan yang tidak-tidak. Mereka mau melihat yang menakjubkan tok.
ANI:
Maksudnya mereka menginginkan mukjizat?
LEX:
Demam mukjizat memang penyakit kronik hidup beragama. Dan tuh, orang-orang
Nazaret murka bagai kesurupan dan menyeret Yesus ke tebing mau menghempaskannya
ke bawah.
ANI:
Wah, wah, serem. Tadinya mengagumi kok sekarang malah mau bikin celaka ya?
LEX:
Eh, kita jangan cuma kasih gong moral pada Injil! Mesti ditafsirkan dulu!
ANI:
Lha gimana, wong saya tahunya cuma ini. Lupa-lupa ingat kuliah di Seminari
dulu. Eh, mungkin orang-orang itu bukan mau membantingnya ke dasar tebing
sampai lumat...boleh jadi mereka bermaksud memaksa Yesus membuat mukjizat bagi
dirinya sendiri: dilempar ke jurang tapi kakinya tak terantuk ke batu!
LEX:
Bingo! Itulah maksud orang-orang itu! Mereka bertindak seperti Iblis yang
mendorong-dorong Yesus supaya menerjunkan diri dari wuwungan Bait Allah untuk
memaksa Allah menyelamatkan dia.
ANI:
Karena mereka tidak melihat mukjizat di Nazaret lalu mereka berpikir
satu-satunya cara ialah mendorongnya jatuh dan supaya ia terpaksa bermukjizat
bagi dirinya sendiri. Kagak abis ngerti nih!
ANDAIKATA
SAJA....
Seandainya
orang-orang Nazaret itu menyadari apa yang sedang terjadi, mereka akan merasa
sebagai orang-orang yang paling berbahagia di muka bumi ini. Tapi mereka tak
puas, jadi berang dan bermaksud memaksa Yesus membuat mukjizat. Ironi. Yang
mereka peroleh sebetulnya jauh lebih besar dan lebih khusus dari segala
perbuatan yang mengherankan yang terjadi di tempat lain. Tapi mereka tak
menangkap. Kepada mereka ditegaskan bahwa nubuat Yesaya (Luk 4:18-19=Yes
61:1-2, Injil Minggu lalu) menjadi kenyataan. Di tengah-tengah mereka -
"hari ini" - hadir Mesias yang dikabarkan kedatangannya oleh nabi-nabi
dan dinanti-nantikan orang selama berabad-abad. Ia datang membawakan
keleluasaan batin dan kemerdekaan berpikir. Namun demikian, mereka menginginkan
hal-hal yang lebih spektakuler. Mereka menolak kehadiran Yang Ilahi demi
keinginan melihat mukjizat.
Kita
tidak tahu persis bagaimana cara Yesus meloloskan diri dari keberingasan massa
itu. Tapi hal ini bukan hal pokok yang hendak disampaikan Lukas. Memang ada
yang mengatakan bahwa perbawa Yesus sedemikian besar sehingga massa dapat
diredamnya dan ia pergi dengan tak kurang suatu apa. Tetapi kalau betul begitu
mengapa tadi mereka berani menyeretnya ke pinggir tebing? Orang-orang di
Nazaret itu bukan Iblis yang bisa dibentak pergi dengan mengutip Ul 6:16
seperti terjadi dalam Luk 4:12. Amat boleh jadi orang-orang itu akhirnya tidak
jadi menghempaskan Yesus ke jurang karena melihat Yesus tak mau bermukjizat
seperti mereka kehendaki. Boleh jadi ada salah satu dari mereka yang mencegah.
Imaginasi kita boleh bermacam-macam dan memang Lukas membiarkan orang membaca
Injilnya secara kreatif. Lukas hanya memberitahukan bahwa Yesus "lewat
dari tengah-tengah mereka dan pergi". Yang penting dalam seluruh episode
ini bukan bagaimana Yesus meloloskan diri, melainkan apa yang terjadi dengan
orang-orang Nazaret itu. Tingkah mereka membuat kehadiran Yesus lepas dari
tengah-tengah mereka. Mereka kehilangan dia.
Dengan
kisah ini Lukas hendak mengajak orang mewaspadai sikap beragama dan
perilakunya. Demam mukjizat bisa berakhir dengan hilangnya sumber mukjizat
sendiri seperti yang terjadi di Nazaret. Dan memang setelah peristiwa ini,
dusun Nazaret yang berperan besar dalam bab-bab sebelumnya tidak terucap lagi
dan dilupakan orang. Perannya telah selesai. Nama dusun ini selanjutnya hanya
diingat dalam sebutan "Yesus dari Nazaret", yang kehadirannya justru
tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Nazaret sendiri.
PENYAKIT
KRONIK HIDUP BATIN
Agama
mengajarkan agar orang mengimani Yang Ilahi, pasrah kepada
kekuatan-kekuatanNya. Namun, sikap pasrah yang asal saja sering malah menggiring
orang ke tujuan lain. Beberapa kenyataan dalam penghayatan agama menunjukkan
hal ini. Iman yang unsur pokoknya adalah keteguhan dapat menjadi sikap fanatik
dan intoleran. Tata upacara atau ritus yang tujuannya membantu orang merasakan
batas-batas antara yang duniawi dengan Yang Ilahi bisa menjadi serangkai
tindakan magi yang justru mengaburkan batas-batas tadi. Akibatnya barang-barang
yang berhubungan dengan tata upacara beralih peran menjadi jimat dan guna-guna.
Doa beralih fungsi menjadi jampi-jampi mendatangkan roh. Hukum agama yang
menata hidup beragama bisa menjadi aturan-aturan yang mencekik kerohanian
dengan rasa takut yang bisa dimanipulasi demi tujuan-tujuan tertentu.
Spiritualitas yang muncul dari pengalaman akan kehadiran yang ilahi bisa menjadi
praktek ulah batin yang kurang sehat bila tak terolah terus.
Penyakit
kronik dalam hidup batin ini juga dikenali oleh Paulus. Dalam 1Kor 12:31-13:13
ia mengatakan bahwa macam-macam karunia khusus bila tak disertai perhatian
kepada sesama dalam kasih, Yunaninya "agape", akan tidak bermakna.
Kemampuan berbicara bahasa malaikat dan manusia, bernubuat, menguasai ilmu
gaib, iman sempurna, sikap mau berkorban bisa jadi satu saat tak lagi
dibutuhkan, akan tetapi, menurut Paulus, kasih tidak ada habisnya. Ia
menggambarkan pelbagai kenyataan yang menunjukkan adanya kasih: sikap sabar,
baik hati, tak cemburu, tak besar kepala dan sombong, jauh dari sikap tak sopan
dan egoist, bukan pemarah, bukan pendendam, memihak kebenaran dan menjauhi
ketakadilan, telaten, bisa mempercayai, penuh harap, tahan uji. Daftar ini
tentu dapat diperpanjang. Namun, semuanya sama-sama mencerminkan sikap apa
adanya, tidak mengada-ada. Dalam bahasa orang sekarang: integritas, bersikap
apa adanya. Itulah penerapan kasih bagi zaman ini. Agama dapat membawakan
keleluasaan batin bila dihayati secara apa adanya. Bila tidak, akan
gampang kena penyakit kronik demam mukjizat yang mengaburkan kehadiran Yang
Ilahi di tengah-tengah manusia. Paulus mengajak orang-orang di Korintus dan kita
semua agar waspada dan jangan sampai mabuk roh.
Salam
hangat,
A.
Gianto
Langganan:
Postingan (Atom)