Keluargaku

Keluargaku

Jumat, 12 Desember 2014

Injil Minggu Adven III




KESAKSIAN YOHANES
Rekan-rekan yang budiman!

Seperti hari Minggu yang lalu, kali ini Injil Minggu Adven III/B ( Yoh 1:6-8;19-28) juga  hampir seluruhnya berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Tapi yang sekarang ditonjolkan ialah kesaksiannya. Pertama-tama ia ditampilkan sebagai yang diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi saksi bagi sang “terang” walaupun ia bukan terang itu sendiri (ay. 6-8). Kemudian kepada orang-orang yang datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia, bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau agar jalan bagi Tuhan diluruskan (ay. 19-23). Ia membaptis dengan air untuk membantu orang mengungkapkan niatan untuk hidup bersih menyongsong dia yang akan datang. Yohanes juga tegas-tegas menyatakan dirinya tak pantas melepas tali sandal dia yang bakal datang ini (ay. 27). Seperti diuraikan Minggu lalu, ungkapan ini berarti Yohanes merasa tidak patut menjalankan urusan yang menjadi hak dia yang akan datang itu.

MENUMBUHKAN HARAPAN
Yohanes Pembaptis memang sudah sedemikian dikenal sebelum orang mulai mendengar tentang Yesus. Banyak orang datang kepadanya karena warta serta tindakannya amat komunikatif bagi orang-orang pada zaman itu. Maklum, suasana di tanah suci waktu itu terasa semakin tak menentu. Zaman edan. Ada krisis identitas nasional. Ajaran nenek moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan sehari-hari. Juga tak banyak hasilnya usaha menyegarkan kembali kepercayaan itu. Kata-kata para nabi terdengar makin lirih, makin jauh. Sepi. Orang makin kecewa, apatis. Orang merasa semakin menjadi mangsa kekuatan-kekuatan yang menghimpit cita-cita mereka sebagai umat Tuhan. Harapan satu-satunya yang masih memberi mereka pandangan ke depan ialah Mesias yang bakal datang. Yang Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa akan datang untuk memimpin mereka. Kedatangannya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam Tanah Terjanji surgawi. Mereka yang tidak ada bersama mereka akan binasa bersamaan dengan kiamat. Begitulah ringkasnya alam pikiran yang kerap pula disebut “mesianisme apokaliptik”.
Ada orang-orang yang mulai menjalani hidup bertapa menyepi di padang gurun. Beberapa tulisan dari masa itu menyebut mereka kaum Esseni. Banyak dari mereka yang hidup di pertapaan sekitar Laut Mati. Salah satu di antaranya ialah komunitas Qumran yang dikenal kembali dari penemuan arkeologi sejak tahun 1947. Mereka hidup menantikan Mesias dan mengusahakan diri agar siap menghadapi bagi peristiwa besar yang bakal datang itu. Yohanes Pembaptis ada dalam gerakan kerohanian ini walau ia tidak memutuskan hubungan dengan dunia luar. Ia malah membantu banyak orang agar semakin dapat memusatkan perhatian kepada yang mereka nanti-nantikan itu.

MENANTIKAN SANG MESIAS
Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang dalam 2Raj 2:1-18 diceritakan diangkat naik ke surga, akan datang kembali. Ada pula anggapan, seperti tercermin dalam Mal 4:5, bahwa kedatangan Elia kembali nanti itu menandai akhir zaman yang diawali oleh Mesias segera tiba. Dalam Mrk 1:6 dan Mat 3:4, Yohanes digambarkan berpakaian jubah bulu dan ikat pinggang kulit, mirip dengan cara berpakaian Elia yang disebutkan 2Raj 1:8. Memang Yohanes Pembaptis sering dianggap Elia yang kini telah kembali ke dunia. Pandangan ini kiranya hidup di dalam umat Injil Sinoptik (Mrk, Mat dan Luk). Injil Yohanes lain. Di situ sang Pembaptis justru menyangkal pendapat bahwa dirinya ialah Elia yang datang kembali (Yoh 1:21)

Sudut pandang yang berbeda ini menggambarkan dinamika perkembangan gagasan mengenai akhir zaman. Pada mulanya memang besar anggapan bahwa akhir zaman segera akan tiba. Kemudian semakin disadari bahwa peristiwa itu baru akan terjadi jauh di masa depan. Yang penting ialah masa kini ini. Perkembangan selanjutnya ialah tidak lagi menghitung-hitung kapan akhir zaman itu tiba. Dalam Injil Yohanes, gagasan yang menyibukkan perhatian orang itu dikatakan sudah terjadi. Era baru dengan kehadiran terang ilahi di dunia inilah zaman akhir jagat. Tidak lagi perlu memikirkan kapan, di mana, dan bagaimana. Sudah hadir dan kini sedang membuat kegelapan tersingkir. Yang perlu ialah menerimanya. Inilah pandangan Injil Yohanes.
Yohanes Pembaptis ditampilkan dalam Injil Yohanes lebih sebagai tokoh yang memberikan “martyria”, yaitu kesaksian mengenai siapa Yesus itu. Injil ini tidak memakai sebutan “Pembaptis” baginya, karena yang ditonjolkan ialah perannya memberi kesaksian mengenai siapa Yesus itu.

“MARTYRIA” YOHANES
Apa “martyria” atau kesaksian Yohanes? Tokoh yang dikenal banyak orang itu disebut sebagai yang datang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian akan terang yang sudah bersinar dalam kegelapan. Ditandaskan bahwa ia bukan terang itu sendiri. Dari penjelasan di muka mengenai latar belakang zaman itu, maka amat berartilah penegasan bahwa ada “terang bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan tidak menguasainya” (Yoh 1:5) Apakah orang-orang langsung menerimanya dan mempercayainya? Bacaan hari ini mulai dengan kedua ayat berikutnya. Yohanes diutus untuk menjadi saksi bagi terang itu agar dengan demikian orang mulai percaya kepada terang itu sendiri. Dan dalam bagian kedua Injil hari ini (Yoh 1:18-28) dijelaskan lebih lanjut kesaksiannya itu.
Pertama-tama ada serangkaian pernyataan negatif. Yohanes bersaksi bahwa (1) ia bukan Mesias, yaitu orang yang resmi diutus Tuhan kepada umatNya untuk menuntun mereka kembali kepadaNya, (2) ia bukan juga Elia, artinya ia bukan menjadi pertanda bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Ia menyatakan diri bukan pula sebagai nabi yang pada waktu itu dipercaya sebagai orang yang menyadarkan orang bahwa akhir zaman akan segera terjadi.

Dengan penyangkalan itu ia membuat orang mulai kritis terhadap harapan-harapan saleh yang sudah menjadi gaya berpikir pada masa itu. Apakah harapan seperti itu sebetulnya bukan hanya impian yang menjauhkan orang dari kenyataan? Kecenderungan untuk melarikan diri ke dalam janji-janji dan rasa aman yang diberi warna agama memang ada di mana-mana di sepanjang zaman, terutama di masa-masa sulit. Orang-orang berdatangan menemui Yohanes belum tentu dengan maksud untuk belajar darinya. Banyak yang datang kepadanya untuk mendengarkan harapan-harapan mereka sendiri. Tetapi sang Pembaptis tidak meninabobokan mereka.

Kemudian Yohanes bersaksi mengenai yang dilakukannya. Ia itu suara orang yang berseru-seru di padang gurun, tempat dulu umat Perjanjian Lama hidup dalam bimbingan Tuhan sendiri, tetapi yang kini terasa tidak lagi banyak artinya. Hubungan dengan Tuhan terasa sudah amat renggang. Tetapi justru dalam keadaan itu terdengar Yohanes yang berseru “Luruskanlah jalan Tuhan!” Seperti dalam Yes 40:3, seruan itu bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada kekuatan-kekuatan surga – tersirat amatan bahwa manusia sudah terlalu kering, sudah tak lagi peka. Dan siapa yang bakal bisa melawan kekuatan-kekuatan itu? Mereka sendiri akan bertindak menyiapkan kedatangan Tuhan. Yang diharapkan dari manusia ialah membiarkan diri dibimbing. Dan Yohanes mengajak orang menghidupi iman ini, bukan membuai diri dengan harapan-harapan saleh akan kedatangan seorang Mesias menurut idealisme mereka sendiri.
Yohanes juga menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya mengapa ia membaptis. Ia berkata, yang mereka harap-harapkan itu sudah datang. Terang sudah bersinar, hanya perlu mengenalinya! Itulah puncak kesaksiannya.

  “MARTYRIA” KAUM BERIMAN DI INDONESIA
Tema pokok dalam Injil Minggu ini ialah kesaksian Yohanes Pembaptis akan siapa yang bakal datang itu, yakni yang sudah ada di tengah-tengah umat yang tidak mereka kenal. Dia itu cahaya yang telah menerangi jalan-jalan baru. Yohanes mempersaksikan bahwa terang itu bersinar, sehingga orang percaya dan dapat memperoleh hidup dari terang itu sendiri. Berbagi hidup dengan terang itu sendiri. Kaum beriman dapat semakin belajar dari cara Yohanes bersaksi. Ia menyadarkan betapa pentingnya mengenali terang kehidupan agar supaya tidak hidup dirundung kegelapan. Kesaksian Yohanes dapat menjernihkan batin serta memberi kekuatan baru. Batin kita dipenuhi dengan macam-macam pengharapan dan niatan. Juga dengan pelbagai gambaran mengenai tokoh-tokoh besar. Pimpinan Gereja, pendiri tarekat, santo pelindung, pembimbing rohani…. Semua tokoh panutan ini akan semakin mendekatkan ke inti kehidupan batin bila dihayati sebagai “martyria” atau kesaksian seperti yang dijalankan Yohanes. Ada gunanya mendalami perutusan mereka sebagai perutusan Yohanes: mempersaksikan bahwa terang sudah menyinari kegelapan.
Kesaksian seperti ini dapat juga menjadi “martyria” kaum beriman – Gereja – di Indonesia:  dalam ikutserta membangun keadaban baru untuk tidak membiarkan kesetujuan-kesetujuan dasar dalam hidup bermasyarakat di negeri ini menjadi kabur, mengajak semua orang yang berkehendak baik membangun wahana terang yang baru bagi kehidupan bersama. Itulah “martyria” bagi kaum beriman kini dan di sini.

DARI BACAAN KEDUA (1Tes 5:16-24)
Ayat 16-22 memuat seruan Paulus agar umat di Tesalonika tetap bersuka cita, tekun dalam doa, bersyukur dalam keadaan apapun. Waktu itu orang berpendapat bahwa akhir zaman akan segera terjadi dan para murid dan pengikut berusaha agar siap dan layak untuk itu. Inilah konteks surat Paulus kali ini. Sekaligus Paulus mengarahkan perhatian umat ke masa kini mereka. Umat diajaknya menumbuhkan kepekaan akan Roh yang menggerakkan batin. Ini semua bakal menjauhkan orang dari “segala jenis kejahatan”. Pernyataan ini bukan sekadar nasihat agar menjauhi yang tak baik. Dalam ungkapan Paulus, bentuk perintah seperti itu menjadi cara untuk mengatakan hasil ketekunan menjalani hidup dalam bimbingan Roh. Dengan kata lain, menjaga diri agar tidak kehilangan kegembiraan hidup, menemukan arti doa dan syukur dalam keberuntungan maupun kesukaran, tetap terbuka bagi Dia yang menggerakkan batin – semua ini akan menjauhkan orang dari “segala yang jahat”. Yang jahat bukanlah semata-mata perkara hukum atau moral belaka melainkan kenyataan rapuhnya kehidupan manusia dan besarnya kekuatan-kekuatan yang mengancamnya. Sering tidak begitu langsung terlihat, tetapi ada kekuatan dalam masyarakat yang justru membawanya ke kemerosotan. Ada arah-arah yang melawan keadaban, ada arus-arus yang membuat kemanusiaan menjadi timpang – yang diketahui bila diperiksa dengan kepekaan rohani. Ajakan Paulus masih bisa menyapa orang sekarang, juga di Indonesia kini. Dan Gereja di Indonesia boleh merasa disapa oleh Paulus sendiri.

Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani (“roh” – pneuma ) dan berkekuatan hidup (“jiwa” – psyche ) dalam badan yang nyata (“tubuh” – sooma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat – dimatikan – dihilangkan kekuatannya – sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi. Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani (“roh” – pneuma ) dan berkekuatan hidup (“jiwa” – psyche ) dalam badan yang nyata (“tubuh” – sooma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat – dimatikan – dihilangkan kekuatannya – sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi.

Salam dari Refter Kanisius,

A. Gianto

Jumat, 05 Desember 2014

Injil Minggu Adven II (7 Des 2014)



Ulasan Injil Minggu Adven II 

Rekan-rekan yang baik!
Injil Minggu Adven II ini – Mrk 1:1-8 – hampir seluruhnya membicarakan Yohanes Pembaptis. Ia itu tokoh yang sudah sejak lama dinubuatkan sebagai utusan yang mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Seluruh daerah Yudea dan semua penduduk Yerusalem mendatanginya di padang gurun minta dibaptis olehnya sebagai tanda bertobat demi pengampunan dosa. Ia juga tampil di mata orang sebagai seorang nabi. Semua uraian mengenai Yohanes Pembaptis kiranya dimaksud untuk semakin menyoroti siapa yang akan datang nanti, yakni Yesus. Dia ini tokoh yang jauh lebih besar yang diumumkan oleh Yohanes sendiri. Marilah kita lihat cara Markus mengutarakan hal ini. Di bawah ditambahkan pula ulasan mengenai bacaan kedua yakni 2Ptr 3:8-14.

INJIL “DARI” DAN “TENTANG” YESUS KRISTUS
Dalam Mrk 1:1, kata “Injil” sebenarnya dipakai dengan makna ganda. Makna biasa kata itu ialah berita yang melegakan, berita yang menggembirakan, kebalikan dari berita yang membuat orang sedih, tegang dan kusut pikirannya. Markus kiranya bermaksud menunjukkan bagaimana Yesus membuat pikiran dan hati banyak orang serasa “plong”, lepas dari ganjalan-ganjalan. Akan diceritakannya bagaimana Yesus ini menyembuhkan orang sakit, mengusir kekuatan jahat, mengajar siapa Allah itu, memilih murid, dan oleh karena semua itu diikuti banyak orang. Itulah cara Markus memperkenalkan Yesus. Tindakan serta ajarannya menjawab pertanyaan-pertanyaan serta keinginan dasar yang ada dalam diri orang pada waktu itu tapi juga pada zaman dan tempat lain.

Namun kata “Injil” bagi para pengikut Yesus pada zaman Markus menulis juga sudah mulai dipakai juga dalam arti “kabar baik” mengenai diri Yesus. Diberitakan di kalangan para pengikut Yesus bahwa ia yang tadinya disalibkan, wafat, dan dimakamkan itu kini sudah bangkit dari kematian dan kini hidup dan akan datang lagi dalam kemuliaannya pada akhir zaman. Kabar baik inilah yang membuat para murid pertama dapat terus menghidupi kepercayaan mereka dan mewartakannya kepada banyak orang lain yang mau bergabung dengan mereka. Jadi kalimat pertama Injil Markus itu menunjuk pada dua hal sekaligus, yakni bagaimana asal mulanya “berita yang melegakan” yang dibawakan Yesus serta “berita yang menggembirakan” mengenai dirinya. Pembaca diajak mendalami kedua-duanya.

Yesus ditampilkan dengan gelar Kristus dan Anak Allah. Yang pertama berarti Yang Diurapi, yakni Mesias, tokoh yang resmi diangkat Yang Maha Kuasa sendiri untuk mengerjakan urusan-Nya di dunia ini. Orang Yahudi pada masa itu amat mengharapkan datangnya tokoh ini. Ia juga disebut sebagai yang amat dekat dan akrab dengan keilahian sendiri, dalam bahasa Kitab Suci, “Anak Allah”. Maksudnya, ia mengerti yang dikehendaki oleh Allah dan patuh menjalankannya. Kini tokoh ini membawakan kabar yang melegakan orang banyak. Berita mengenai kedatangan tokoh ini sendiri juga menjadi kabar yang membuat lega orang pula. Jadi yang disampaikan dalam kalimat pertama Injil Markus itu ialah Berita Baik mengenai dia (Injil dalam kedua makna tadi) yang resmi mendapat tugas membawa kembali kemanusiaan kepada Yang Ilahi (Kristus) sebagai orang yang amat dekat dengan Yang Ilahi sendiri (Anak Allah).”
Tentu saja orang akan bertanya-tanya bagaimana Yesus bisa sehebat itu. Ayat-ayat berikutnya, yakni ay. 2-8, memberi penjelasan dengan menampilkan seorang tokoh lain yang waktu itu sudah amat dikenal, yakni Yohanes Pembaptis.

MEMPERSIAPKAN JALAN
Yohanes Pembaptis bukan sebarang tokoh. Pertama-tama, dalam ingatan orang zaman itu, dia ialah tokoh suci yang mempesona orang banyak. Mereka datang meminta nasihat, mencari kejernihan batin di tempat ia tinggal, yakni di padang gurun. Mereka datang kepadanya minta dibaptis (ay. 4-5) dan dengan tindakan itu orang mengungkapkan diri bertobat dan siap mendapat pengampunan dosa. Kedua, dalam bayangan orang pada masa itu, Yohanes juga tampil seperti seorang nabi (ay. 6). Dan ketiga dan yang terutama, Yohanes itu diutus oleh Tuhan sendiri untuk “mendahului” serta “mempersiapkan jalan” (ay. 2b; hasil paduan Kel 23:20 dan Mal 3:1). Seolah-olah belum cukup, maka menyusul kutipan dari Yes 40:3 yang mempertegas siapa utusan ini. Dia adalah orang yang berseru-seru di padang gurun meminta agar yang mendengar mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan meluruskannya bagi-Nya. Apa yang dimaksud akan dikupas lebih lanjut di bawah.

Tokoh yang sedemikian mengesan ini ternyata malah memberitakan kedatangan orang yang lebih berkuasa (ay. 7). Tentu orang-orang bertanya-tanya siapa itu. Pembaca dulu pun sudah tahu, yang dimaksud ialah Yesus sendiri. Tetapi dalam kisah ini orang-orang yang mendengarkan kata-kata itu belum menggagas siapa yang sedang dibicarakan sang Pembaptis. Rasa ingin tahu orang banyak makin besar. Ia menambahkan bahwa membungkuk untuk melepaskan tali sandal orang yang sedang diwartakannya itu saja ia merasa dirinya kurang pantas (ay. 8). Siapa gerangan tokoh yang lebih besar daripadanya?

Ungkapan membungkuk melepaskan tali sepatu tidak hanya berarti penghormatan kepada orang yang dihadapi. Ada pula arti yuridisnya. Marilah kita tengok Rut 4:7 yang menjelaskan kebiasaan di masa lampau: “Beginilah kebiasaan dahulu di Israel dalam hal menebus dan menukar: setiap kali orang hendak menguatkan sebuah perkara, maka yang seorang menanggalkan kasutnya sebelah dan memberikannya kepada yang lain. Demikianlah caranya orang mengesahkan perkara di Israel.” Di dalam kitab Rut, tanah milik keluarga Naomi dan menantunya, Rut hanya bisa dijual kepada sanak dekat yang menurut hukum adat berhak membelinya. Namun orang ini resmi melepaskan haknya sehingga Boas bebas membeli tanah janda dan menantu itu dan mengurus mereka. Sanak dekat tadi melepas kasutnya (Rut 4:8) sebagai tanda pelepasan haknya. Kembali ke kata-kata Yohanes. Dengan latar belakang kebiasaan tadi, maka kata-katanya bukan sekedar basa-basi melainkan pengakuan bahwa dirinya tidak layak menindakkan hal yang membuat Yesus melepaskan haknya. Apa yang dimaksud dengan hak Yesus? Tak lain tak bukan ialah membawakan baptisan dalam Roh Kudus dan mendekatkan kembali keilahian kepada manusia. Yohanes Pembaptis hendak mengatakan dalam bahwa yang dijalankannya ialah membaptis dengan air – itulah yang bisa dilakukannya untuk menyadarkan orang banyak. Namun untuk sungguh membawakan yang di atas sana kepada manusia? Ah itu hak dia yang lebih berkuasa yang bakal datang, yang akan membaptis dengan Roh Kudus. Orang banyak yang mendengar pernyataan itu dengan segera akan semakin bertanya-tanya siapakah dia yang dibicarakan ini? Perhatian pembaca Injil akan beralih dari Yohanes Pembaptis kepada dia yang diwartakannya.

SUARA DI PADANG GURUN
Kutipan dari Yes 40:3 dalam Mrk 1:3 menjadi makin besar artinya bila ikut disimak konteksnya dalam tulisan Yesaya sendiri, yaitu Yes 40:1-2 yang ikut diperdengarkan dalam bacaan pertama hari ini: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allah-mu….” Begitulah sang nabi menyampaikan perintah yang difirmankan Allah kepada kekuatan-kekuatan surgawi menghibur umat Israel yang waktu itu berada dalam pembuangan di Babilonia. Umat tak perlu berkecil hati, yang terburuk sudah lewat. Yang perlu kini ialah melihat ke depan, kembali pulang ke negeri sendiri, melewati padang gurun. Seperti ketika Allah menuntun nenek moyang mereka keluar dari Mesir lewat padang gurun dulu, kini Allah yang sama akan memimpin umat-Nya kembali.

Dalam Yes 40:3 sang nabi menyebut diri sebagai suara yang berseru-seru menyampaikan kepada kekuatan-kekuatan tadi agar mereka juga mempersiapkan jalan, meluruskan lorong-lorongnya, meratakannya bagi perjalanan-Nya bersama umat. Itulah gagasan dasar dalam bacaan pertama sebagaimana ada dalam Kitab Yesaya. Bagi Markus, suara yang berseru-seru itu ialah Yohanes Pembaptis. Dengan demikian Yohanes ditampilkan Markus sebagai nabi yang mengenali suara ilahi dan kehendak-Nya dan berani menyerukannya kepada balatentara surgawi tadi. Orang-orang berdatangan kepadanya di padang gurun mencari petunjuknya. Yohanes berseru, sekali lagi dalam pemikiran Markus, kepada kekuatan-kekuatan surgawi untuk menyiapkan jalan bagi mereka ini agar nanti dapat kembali lewat jalan yang lebar, lurus, rata bersama dengan dia yang kini akan menuntun mereka kembali….yaitu yang diumumkan kedatangannya. Dia yang jauh lebih besar.
Markus memperkenalkan Yesus lewat tokoh yang dalam anggapan umum dapat mengenali gerak gerik ilahi dan tetap membiarkannya bertindak menurut kehendak-Nya. Dia itulah Yohanes Pembaptis. Kisah ini kisah bagi hidup batin, bukan cerita tentang seorang yang membaptis di padang gurun. Bila ditangkap dalam arti itu maka kesaksiannya membantu orang pada zaman lain. Yohanes Pembaptis ada dalam diri tiap orang yang dengan tulus menantikan Yang Ilahi datang membimbing hidup orang beriman.
DARI SURAT PETRUS (2Ptr 3:8-14)

Salah satu hal yang paling menarik dalam Perjanjian Baru ialah rujukan ke tulisan lain yang ada dalam kumpulan ini. Namun rujukan seperti itu walau jelas bagi penerima dulu sering susah dilacak oleh pembaca zaman ini. Begitu pula dalam 2 Ptr 3:15 Petrus merujuk kepada surat Paulus bagi kalangan umat yang sama. Tapi surat Paulus yang mana tidak bisa dipastikan. Yang bisa diketahui ialah kesulitan memahami Paulus sehingga ada  orang yang menyalahtafsirkannya karena kebebalan atau karena iman yang kurang teguh dan terperosok sendiri. Paulus memang mengajarkan kemerdekaan iman ialah terbebas dari “hukum” lama sehingga dapat menjadi pewaris surga karena memang orang telah ditebus oleh Yesus Kristus. Inilah salah satu dari bagian inti pewartaan Paulus. Namun di kalangan tertentu boleh jadi disalah mengerti sebagai ajaran untuk berbebas merdeka dari semua aturan agama yang turun temurun dijalani. Ini malah menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Ada yang beranggapan bahwa hukum-hukum lama tetap berlaku untuk menjamin hidup abadi, ada yang mengatakan bongkar semua karena sekarang pokoknya cintakasih. Ada yang menumbuhkan gaya hidup menurut roh dan mau meyakinkan orang lain bahwa inilah yang terpenting. Begitu seterusnya

Dalam kaitan inilah surat Petrus kali ini mengajak umat agar tetap berupaya menjaga diri agar nanti pada akhir zaman dapat tampil di hadapan Tuhan dengan “tak bercacat, tanpa noda”. Inilah yang membuat orang cocok untuk hidup di tempat-Nya. Tak usah hitung menghitung kapan akhir zaman itu datang, karena Tuhan tak bisa dibatasi dengan perhitungan manusia. Justru karena belum jelas akhir zaman segera tiba, maka masa ini sebaiknya disadari sebagai kesempatan menikmati kesabaran-Nya yang memungkinkan orang dapat bersiap-siap akan menerima kedatangan-Nya nanti, sekali lagi dengan “tanpa cacat dan tanpa noda”. Inilah bahasa upacara persembahan kepada-Nya. Umat diajak agar melihat diri sebagai persembahan yang layak, tak bercacat, artinya utuh, dan tanpa noda, artinya bersih sehingga cocok baginya. Persembahan yang tidak demikian malah bakal menyinggung dan tidak terterima.

Dikenakan pada zaman kini. Bacaan kedua kali ini dapat membantu umat untuk melihat ke mana arah yang sesungguhnya yang sebaiknya dituju. Membawa diri sehingga semakin layak mendekat ke kehadiran ilahi sendiri. Sebuah ajakan untuk membuat wajah manusia semakin sesuai dengan kebesarannya. Sekaligus ajakan agar peka akan apa-apa yang menjadi “cacat” dan “noda” kemanusiaan: kemelaratan, ketakadilan, perbedaan yang tak kurang memberi keleluasaan untuk berkembang, serta mekanisme yang melanggengkan ketimpangan termasuk sikap-sikap beragama yang mengurung diri dalam kesalehan semu atau kutub lainnya, aktivisme lapangan yang makin lama makin menciutkan ruang batin. Masa Adven dapat menjadi masa meninjau mana arah-arah yang mesti diluruskan, mana jalan-jalan yang bisa dirintis untuk membuat kemanusiaan makin layak.

Salam hangat,
A. Gianto