Keluargaku

Keluargaku

Kamis, 18 Oktober 2012

Minggu Biasa XXIX



MgBiasa XXIX/Minggu berKabar Gembira 21 Okt 12 (Mrk 10:35-45)

INGIN DUDUK DI KANAN KIRINYA?

Berikut ini sekadar catatan mengenai Mrk 10:35-45 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXIX tahun B. Petikan Injil kali ini mengungkapkan keinginan Yakobus dan Yohanes untuk memperoleh kedudukan di kanan dan kiri Yesus dalam kemuliaannya nanti. Tetapi Yesus malah menanyai mereka, sanggupkah minum dari cawan yang diminumnya dan menerima baptisan yang diterimanya. Ditambahkannya, ia tak dapat menjanjikan kedudukan itu karena hanya Allah sendirilah yang menentukan siapa yang pantas ke sana. Kemudian Yesus mengatakan, barangsiapa ingin jadi orang besar hendaknya menjadi orang yang melayani orang lain. Bagi Anak Manusia, melayani dan mengamalkan diri menjadi jalan penebusan bagi umat manusia.

KEDUDUKAN KHUSUS?
Yakobus dan Yohanes, seperti Petrus, adalah murid-murid pertama yang dipilih Yesus (Mrk 1:19). Mereka nanti dibawa serta guru mereka ke atas gunung untuk menyaksikan kemuliaannya (Mrk 9:2-8). Mereka juga diajak mengawani Yesus di Getsemani (Mrk 14:34). Jelas, mereka itu amat dekat dengan Yesus. Apa salahnya mengharapkan pahala duduk di kanan kirinya nanti dalam kemuliaannya, juga kemuliaan rohani? Konteks terdekat petikan ini ialah pemberitahuan yang ketiga kalinya mengenai diserahkannya Anak Manusia kepada orang bukan Yahudi, ia akan dicerca dan disiksa sampai mati tapi akan bangkit pada hari ketiga (Mrk 10:32-34). Kalimat-kalimat pemberitahuan ini tentu saja dimengerti para murid walaupun kebenarannya tak tecerna. Anak Manusia ini makin sulit dimengerti. Tak masuk akal!

MASALAH TAFSIR
Ketidakpahaman para murid akan penderitaan, kematian, dan kebangkitannya itu bukanlah ketidaktahuan atau ignorantia belaka, melainkan frustrasi dalam menghadapi perkara yang tak masuk akal seperti itu. Ada yang menjelaskan bahwa permintaan Yakobus dan Yohanes ini muncul dari anggapan bahwa Yesus sebentar lagi akan membangun kembali kejayaan politik dan duniawi Israel. Gagasan mengenai Mesias seperti itu memang ada dan sementara pengikut dan lawan Yesus berpendapat demikian. Akan tetapi, tidak bisa murid-murid yang terdekat begitu saja dianggap sama sekali keliru mengenai guru mereka. Penjelasan seperti ini kurang cocok dengan nada seluruh petikan. Lebih tepat bila kita anggap mereka sebenarnya juga mengetahui apa yang sesungguhnya dimaksud Yesus. Yang tak bisa mereka pahami adalah mengapa ia perlu menderita dan mati agar mencapai kemuliaan rohaninya itu. Soal mereka ialah bagaimana mengerti mengapa Allah membiarkan penderitaan seperti itu dan bukan bahwa mereka terbuai pandangan mesianisme politik. Murid-murid itu amat dekat dengan Yesus dan sebebal-bebalnya mereka, kiranya tidak akan terlalu meleset memahami siapa dia.

CAWAN DAN BAPTISAN
Yesus tidak langsung mencela mereka seperti kesepuluh murid lain yang marah kepada mereka. Ia hanya bertanya apakah mereka sanggup "minum dari cawan" yang harus diminumnya dan "dibaptis dengan baptisan" yang bakal dijalaninya. Minum dari cawan itu idiom bagi mengalami penderitaan, merasai cemooh dan murka dan hal seperti itu. Di Getsemani Yesus mohon agar Allah meluputkannya dari cawan (= penderitaan), bila ini memang ke­hendak-Nya.

Dalam alam pikiran orang zaman KS dulu, cawan kerap dipandang berisi minuman yang datang dari dunia ilahi. Minumannya bisa berkat (Mzm 23:5; 116:13), hukuman (Yeh 23:31-33), atau amarah (Mzm 11:6; 75:9; Yes 51:17:22; Yer 25:15; 49:12; Hab 2:15-16). Menjelang periode akhir Perjanjian Lama, gagasan cawan berisikan amarah lebih dikenal. Gemanya terdengar dalam Kitab Wahyu (Why 14:10; 16:8.19; 17:4; 18:6). Karena cawan amarah sedemikian lazim, orang bilang cawan begitu saja. Bila diminum, amarah dalam cawan itu menyebabkan penderitaan. Inilah idiom dalam yang dijumpai kali ini dan nanti di Getsemani. Dengan minum cawan yang berisi murka Allah itu sampai tuntas, Yesus sang Anak Manusia menghapus amarah Allah dan dengan demikian hubungan antara manusia dengan Allah baik kembali. Kalau ia tidak meminumnya, amarah tadi akan tertumpah ke seluruh muka bumi. Menjalani baptisan juga idiom, maksudnya mengalami maut. Gabungan cawan dan baptisan berarti penderitaan yang membawa maut, seperti yang akan dialaminya dan sudah diumumkannya sendiri sampai tiga kali tapi tak tecerna oleh para murid. Yakobus dan Yohanes mengerti gaya bicara ini dan jawaban mereka betul-betul mengungkapkan tekad mereka untuk nekat ikut serta dalam penderitaan dan maut yang bakal dialami Yesus walaupun tak habis mengerti mengapa perlu sejauh itu. Mereka memang loyal. Akan tetapi, mereka lebih terdorong harapan bakal mendapat pahala khusus mengingat kedudukan khusus mereka. Hal terakhir inilah yang tidak dilewatkan begitu saja oleh Yesus. Ia menegaskan dirinya tak berhak memberikan kedudukan mulia karena Allah sendirilah yang bisa menentukan siapa-siapa yang bakal ada di sana.

SIAPA BAKAL DUDUK  DI KANAN DAN KIRINYA?

Siapa yang ditentukan Allah bakal mendapat kedudukan itu? Tak akan meleset bila kita berpikir mengenai mereka yang dalam Injil-Injil disebut bakal masuk Kerajaan Allah atau empunya Kerajaan Allah: anak-anak yang diberkati Yesus, orang-orang yang disebut bahagia dalam khotbah di bukit, mereka yang nanti dalam ungkapan Matius tentang akhir zaman terbukti sudah sungguh-sungguh memperhatikan orang lain. Dalam Mrk 10:43-44 Yesus mengajak murid-murid agar menjadi pelayan dan hamba. Kata-kata Yesus dalam ay. 43 dan 44 itu bermaksud mengatakan agar para murid saling menjadi pelayan dan saling mengutamakan. Ajakan ini merombak wacana kekuasaan yang biasa, sama halnya dengan khotbah di bukit merombak pandangan umum. Dalam wacana kekuasaan yang lazim, arahnya dari atas ke bawah, seperti ditegaskan dalam ay. 42. Kebengisan, ketidakadilan, perlakuan buruk amat mudah muncul dalam wacana itu. Namun demikian, dalam ay. 43-44, wacana "atas-bawah" itu diratakan, di-horisontal-kan, begitulah istilahnya. Murid-murid diimbau agar menjadi pelayan bagi satu sama lain dan agar saling menganggap penting.

PANDANGAN LAIN
Ajakan dan ajaran tadi diberi penjelasan "karena Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi orang banyak". "Memberikan nyawanya" dalam gaya bicara Semit berarti memberikan diri sepenuhnya, punya komitmen total, dan bila perlu sampai berkurban jiwa walaupun ini bukan hal yang pokok. "Orang banyak" juga merupakan cara berungkap khas untuk menyebut semua orang, bukan hanya "banyak". Gagasan "tebusan" datang dari dunia utang piutang dan pergadaian. Tebusan ialah ganti rugi, silih, yang diberikan untuk mengembalikan hutang yang tak terbayar dengan cara biasa. Umat manusia, semuanya, "orang banyak", telah merosot dan bukan lagi citra Allah yang utuh. Nah, ini rugi besar bagi Allah. Untuk membereskan perlu ada tebusan, ciptaan baru, sebagai ganti rugi Tak usah kita pakai gagasan "tumbal" di sini karena konotasi dan alam pikiran "tumbal" ialah kurban peredam amarah, bukan ganti yang setimpal. Allah akan menuntut ganti rugi yang tak gempil sana sini. Wacana teologi seperti ini dirombak dalam Mrk 10:45. Allah yang biasa dimengerti sebagai yang menuntut tebusan sampai sen terakhir itu kini tampil sebagai Allah yang ikhlas menyerahkan seluruh urusan kepada Anak Manusia. Dia ini ciptaan baru yang menampakkan wajah Allah yang sejati. Allah kini tampil bukan sebagai yang murka dan suka membuat perhitungan, melainkan yang menganggap manusia berharga, Allah yang menganggap kita ini patut ditelateni, bagaikan seorang pelayan dan hamba menghadapi tuannya. Bolehkah kita percaya bahwa Allah yang Maha Tinggi itu bertindak demikian kepada kita? Bisakah kita menerima ajaran Yesus agar orang saling menghargai sebagai jalan emas penebusan? Beranikah kita menerima itu semua sebagai Kabar Gembira?  Begitulah maka hari Minggu ini juga dirayakan sebagai Minggu berKabar Lega, kalau mau, Kabar Plong! Istilah resminya seperti dalam penanggalan liturgi Indonesia ialah "Minggu Evangelisasi".

Salam hangat,
A. Gianto

PS: Di Refter CC kata "evangelisasi" boleh jadi bunyinya terasa rada keras, mudah disamasamakan oleh yang tak suka dengan hal-hal yang peka bagi masyarakat majemuk agama. Dua kemungkinan: pakai istilah resmi dengan upaya menerangkan bahwa tidak begitu konotasinya, tapi begini begitu. Entah bermanfaat atau tidak; tetapi rasanya istilah itu akan terus terasa asing dalam bahasa Indonesia. Ini masalah bahasa, bukan iman kepercayaan. Tapi iman tak bisa tidak memperhatikan serta mencermati pemakaian bahasa. Dipakai ungkapan yang lebih luwes? Ada banyak: Tiap pewarta bisa menemukan dalam bahasa sendiri, a.l., Minggu berKabar Gembira, Minggu bagi Kabar Lega,.... Plong! Ngetrend dan gampang masuk BBM kan? Aslinya, "eu-aggelion" (eu=baik, bikin lega; aggelion = kabar) ialah kabar berita yang dengan gembira disampaikan bahwa bahaya yang mengancam sudah lewat, sudah diatasi, sehingga orang boleh merasa lega, plong. Tidak gundah. Penting dicamkan juga: pengabarannya sendiri dilakukan dengan gembira. Dalam KS dipakai untuk menggambarkan bahwa Yang Maha Kuasa kini tidak berniat mendera dengan siksa dan amarah tapi suka menerima manusia dalam rupa apapun. Cawan amarahNya sudah diminum lunas oleh dia yang diutusNya! Memang orang mesti berjalan kepadaNya, juga dengan jatuh bangun, tapi Dia ada di sana, menunggu dan menggapai, dan bila gawat datang menolong. Maka sikut-sikutan mau ada duduk di kiri kananNya tidak dianjurkan dalam bacaan Minggu ini.

Senin, 08 Oktober 2012

MgBiasa XXVIII-B 14 Okt 12: Agama atau kerohanian? (Mrk 10:17-30)

AGAMA ATAU KEROHANIAN SEJATI?

Bacaan Injil Minggu Biasa XXVIII tahun B ini (Mrk 10:17-30) memuat pernyataan Yesus bahwa lebih mudah bagi seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah (ay. 25; lihat pula Mat 19:23-24 Luk 18:25). Murid-murid bereaksi, bila begitu, siapa yang bakal selamat?Menanggapi persoalan ini, Yesus mengemukakan memang tak mungkin bagi manusia, namun bukan demikian bagi Allah; bagi-Nya semuanya bisa terjadi. Apa artinya pembicaraan itu dan apa wartanya bagi kita sekarang?

AGAMA ATAU KEROHANIAN SEJATI?
Ada orang yang datang dan bertanya kepada Yesus, apa yang mesti diperbuat supaya mendapatkan hidup kekal (Mrk 10:17). Yesus merujuk kepada perintah-perintah agama (ay. 19). Tetapi setelah orang itu berkata bahwa semua sudah dijalankannya (Mrk ay. 20), Yesus mengajaknya melangkah lebih jauh. Disarankannya kepada orang itu untuk mengamalkan kekayaannya bagi kaum papa lalu mengikutinya (ay. 21).

Keinginan orang itu untuk memperoleh hidup kekal dihadapkan Yesus dengan cita-cita untuk mencapai kesempurnaan. Hidup kekal belum bisa disebut kesempurnaan. Dalam bacaan ini juga menjadi jelas bahwa kesempurnaan mustahil dicapai oleh manusia dengan upaya sendiri. Kesempurnaan itu karya Allah bagi manusia. Murid-murid salah faham. Mereka mengira kesempurnaan itu dituntut agar orang selamat, maka mereka bertanya-tanya siapa bakal bisa diselamatkan. Dalam ay. 27 Yesus membantu mereka agar mengerti duduk perkaranya: kesempurnaan itu bukan urusan manusia, melainkan karya Allah di dalam diri manusia.

Dalam hubungan ini baik dipikirkan perbedaan antara "sikap beragama" dan "kerohanian". Meskipun berpautan, kedua-duanya tidak sama. Sikap beragama yang tulus dapat membawa ke hidup kekal dan membukakan dimensi keramat dalam kehidupan, tetapi belum membawa orang betul-betul merasakan nikmat dan hikmatnya Yang Keramat. Dia sendirilah yang bakal membawa orang kepadanya. Tak sedikit orang yang kini merasa jenuh dengan "sikap beragama" dan menginginkan masuk ke dalam "kerohanian". Injil Minggu ini mengutarakan perbedaan di antara keduanya. Paradigma "sikap beragama" bisa panjang, misalnya: menggereja, berkomunitas, membudayakan agama, agamaist. Lalu  apa paradigma "kerohanian"? Kita tahu ada, tapi apa ujudnya, Dia sendirilah yang lebih mengetahuinya! Kerohanian sejati luput dari perencanaan justru karena tidak bisa diagendakan. Dan sia-sialah upaya untuk itu.

KE MANA KITA?
Tanggapan Yesus dalam Mrk 10:27 sebenarnya tidak langsung diarahkan kepada para murid ("Siapa bakal selamat?"). Mereka sibuk dengan pemikiran mereka sendiri mengenai keselamatan yang kini justru digoyah Yesus. Mungkin mereka berpendapat bahwa keselamatan itu ialah mengalami "syalom" atau "kedamaian" seperti sering dikuliahkan dalam traktat teologi keselamatan. Teologi keselamatan seperti ini sebenarnya lebih termasuk paradigma "sikap beragama", dan tidak berada di kawasan "kerohanian". Akibatnya, cepat atau lambat orang merasa macet, jemu, tak mendapat inspirasi. Penawarnya ialah teologi keselamatan yang lebih memberi ruang gerak pada Allah yang bertindak menolong orang-orang yang butuh pertolongan-Nya. Itulah citra Allah dalam Perjanjian Lama. Itu juga citra Anak Manusia dalam Perjanjian Baru yang dinanti-nantikan orang banyak: menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, memberi makan orang banyak, menghidupkan orang.

Mungkin ada yang berkata, bahwa karya-Nya ini toh bisa kita namai dengan abstraksi "karya keselamatan", begitu kan? Nah, di sinilah cobaan terbesar: menamai pengalaman rohani "ditolong Tuhan" dengan abstraksi yang universal mengenai keadaan damai/syalom. Teologi keselamatan seperti ini memang jelas penalarannya, tetapi kurang menggarap kerohanian. Orang lapangan musti waspada dan tidak meninabobokkan umat dengan gagasan seperti ini.

Lalu manakah gagasan keselamatan yang lebih memberi ruang pada kerohanian? Boleh jadi Mazmur 15 dapat membantu. Mazmur itu mulai dengan pertanyaan siapa yang bakal diam di kemahMu ya Tuhan, siapa yang bakal tinggal di Gunung SuciMu? Bagi sang petapa dalam Mazmur itu, tinggal bersama Tuhan di kediaman-Nya ialah pengalaman rohani menikmati hikmatnya berada di dekat Allah. Pengalaman rohani ini tidak mudah diabstraksikan menjadi paham damai atau paham keselamatan begitu saja. Ayat-ayat selanjutnya menyebutkan macam-macam perilaku yang menjadi petunjuk jalan masuk ke kediaman Tuhan. Semuanya termasuk "sikap beragama" yang terarah menuju ke kesempurnaan rohani, yakni tinggal bersama Tuhan di kediaman-Nya. Demikianlah ditunjukkan kaitan antara sikap beragama dengan kerohanian sejati yang menjadi kesempurnaan hidup. Pertanyaan pada awal Mazmur 15 nadanya mirip dengan pertanyaan orang kaya yang datang kepada Yesus dalam Mrk 10:17 walaupun titik tolaknya amat berbeda. Petapa dalam Mazmur itu ingin tahu bagaimana caranya agar orang bisa berada bersama dengan Tuhan karena inilah kepuasannya. Tetapi orang yang menemui Yesus tadi mencari kepastian bagaimana bisa menikmati hidup kekal. Baginya berada dengan Tuhan, "mengikuti Yesus" Mrk 10:21, bukan sumber kepuasannya! Anehnya, jalan yang ditempuh sang petapa dalam Mazmur 15 dan orang dalam Mrk 10:17-27 praktis sama. Bandingkan katalog perbuatan baik dalam Mzm 15 dan Mrk 10:19, tetapi tujuan akhirnya berbeda. Semua perbuatan baik itu termasuk kesungguhan beragama. Namun sikap ini dapat membawa orang ke dua arah yang amat berbeda satu sama lain. Yang satu ke kepuasan rohani ada bersama Tuhan, sedangkan yang lain ke kemuraman, ke rasa pilu karena tidak mampu mengikuti Tuhan. Ini kendala hidup beragama yang mendua arah tujuannya. Maka tak heran bila murid-murid Yesus bingung. Jawaban Yesus tidak melanjut-lanjutkan kebingungan mereka, melainkan membawa mereka menyadari karya Tuhan sendiri.

UNTA MASUK LUBANG JARUM
Ada beberapa hal dalam Mrk 10:17-30 yang sulit dimengerti. Banyak pembicaraan mengenai ay. 25 yang menyebut-nyebut "unta" dan "lubang jarum". Tak sedikit ahli tafsir yang menjelaskan pernyataan itu secara rasional dengan mengatakan bahwa kata "unta", Yunaninya "kamelos", tertulis di situ sebagai akibat salah dengar kata "kamilos", yang artinya tali, kabel, seperti tali jemuran. Tentu saja bila dimengerti sebagai tali, ucapan Yesusakan terasa kurang aneh. Lebih mudah dimengerti bila perkaranya ialah memasukkan tali ke lubang pada tiang tambatan perahu., yang diibaratkan lubang jarum. Orang bisa juga ingat bahwa ada kata Arab "jumal" yang berarti tali penambat perahu, ada kesamaan dengan kata Arab lain, "jamal", yakni unta. Bisa diduga-duga Aramnya Yesus dulu berbunyi seperti kata-kata itu karena memang bahasa-bahasa itu serumpun. Tafsir seperti ini juga agak mengurangi keanehan Mat 23:24 yang mengecam kaum Farisi yang teliti menyaring uget-uget bila mau minum air, tetapi suka menelan unta mentah-mentah! Jadi apa tidak lebih baik diartikan saja sebagai menelan potongan-potongan tali yang entah bagaimana ada di dalam air minum. Memang lucu, tapi kurang aneh daripada menelan unta mentah-mentah. Tetapi naskah-naskah tua Perjanjian Baru yang tepercaya tidak menopang dugaan bahwa pernah ada salah dengar dan salah tulis "kamilos" (tali) menjadi "kamelos" (unta) tadi. Penjelasan filologis seperti ini sebetulnya termuan para orientalis dari abad-abad silam yang diikuti begitu saja oleh ekseget yang tidak melihat kelemahannya. Lalu bagaimana tafsiran yang mengena? Tak ada jeleknya menerima teks seperti adanya. Tak perlu kita berusaha menyulap unta menjadi tali perahu atau tali apa saja, lebih-lebih jangan biarkan diri hanyut oleh buaian argumen rasionalistis. Lebih baik pernyataan Yesus itu didengar sebagai kiasan untuk membuat orang makin menyadari duduk perkaranya. (Bandingkan Qur'an 7:40: "Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk lubang jarum..." Artinya, jelas tak mungkin mereka itu masuk surga.) Yesus mau mengatakan betapa susahnya orang kaya masuk Kerajaan Allah. Kiasan ini juga menekankan kontras pada akhir petikan. Memang bagi manusia tak mungkin, tapi semua mungkin bagi Allah! Maksudnya, manusia tidak bisa dengan upaya sendiri ("sikap beragama" belaka) mencapai kesempurnaan, tapi bila yang membawanya ke sana itu Allah sendiri (menyadari gerak "kerohanian sejati"), tentu saja bisa terjadi. Tak usah kita mulai menuduh-nuduh siapa yang seperti orang kaya itu, juga tak perlu mencari-cari siapa yang orang miskin yang sungguhan atau yang kurang sungguhan. Yang penting kita bisa mengajak orang agar ikut bertanya seperti murid-murid yang tak habis pikir tadi. Bila ini tercapai, kita akan ikut membuat orang jadi peka akan pesan Injil, yakni insyafilah perbedaan antara "hidup beragama" dan "kerohanian sejati", yang pertama itu upaya manusia mendekat kepada Allah, yang lain kehadiran Allah dalam diri manusia.

MELIHAT VERSI MATIUS
Kaidah-kaidah moral yang disebut Yesus dalam Mrk 10:19 yakni jangan membunuh, jangan berzinah, dst. hingga hormatilah ayah dan ibumu muncul dalam Mat 19:19 dengan tambahan "dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Tambahan ini tidak ada dalam Luk 18:20. Gagasan "mengasihi sesama seperti diri sendiri" memang sering dijumpai dalam Alkitab, lihat antara lain Im 19:18 Mat 22:39 Mrk 12:31.33 Luk 10:27 Gal 5:14. Rm 13:9 Yak 2:8. Lazimnya gagasan itu dimengerti sebagai ajakan mengasihi sesama dengan cara seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Terngiang petuah emas Mat 7:12 "Apa yang kamu inginkan bagi dirimu, perbuatlah bagi orang lain!" Begitukah? Memang tak ada yang bakal menyangkal betapa mulianya ajakan ini. Persoalannya, kata-kata "seperti kamu sendiri" itu sebaiknya difahami sebagai pelengkap "mengasihi" atau pelengkap "sesamamu". Bila dikenakan kepada "mengasihi", maka kita diajak untuk mengasihi orang lain dengan cara seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Tetapi bila dikenakan kepada "sesamamu", maka kita diharap mengasihi sesama yang nasibnya kayak kita-kita ini. Dengan kata lain, kita diminta agar solider dengan orang lain, agar peduli terhadap orang lain yang senasib.

Mana tafsir yang jitu? Menurut cara bicara Ibrani atau Aram (dan Yunani Perjanjian Baru), "kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri" seyogianya dimengerti sebagai ajakan agar kita mengasihi sesama yang kayak kita-kita ini juga, dengan segala kendala hidup dan hasrat dan cita-cita yang ada, bukan agar kita memperlakukan orang lain dengan cara seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Dalam bahasa-bahasa itu, mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita akan diutarakan dengan mengulang kata "mengasihi". Cara berungkap seperti ditemui dalam Yoh 15:12 "Inilah perintahku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti aku mengasihi kamu". Jika "kasihilah sesama seperti dirimu sendiri" mau diartikan sebagai "kasihi sesama seperti halnya kamu mengasihi dirimu sendiri", maka "mengasihi" akan diulang pula. Tambahan dalam Mat 19:19 itu justru dapat memberi ulasan lebih jauh mengenai serangkai hukum yang menjamin hidup kekal dalam Mrk 10:19. Serangkai hukum itu dipaparkan bukan sebagai kewajiban-kewajiban belaka, melainkan sebagai kepedulian yang mendalam terhadap orang lain yang senasib sepenanggungan, entah mereka itu ayah ibu, mitra bisnis, lawan beperkara, istri, atau pemilik barang-barang yang menggiurkan. Menumbuhkan kepedulian ini menjadi jalan ke hidup kekal.

Salam hangat,
A. Gianto

Sabtu, 06 Oktober 2012

Mrk 10:2-16: Tuhan setia dan mengundang kita untuk setia satu sama lain dalam kepercayaan-iman juga. Maria dalam peristiwa Lepanto, asal dari penghormatan masal pada Maria melalui Rosario: Maria tak melupakan anak2nya krn ia tahu, Tuhan setia dan penuh kasih pd kita; walau kadang tampaknya caranya sulit difahami. Selamat Minggu Maria Rosario; sepanjang bulan kita hormati Bunda dengannya. (BM)

Rabu, 03 Oktober 2012

Hari ini kita bersama Gereja seluruh dunia merayakan St. Fransiskus dari Assisi, Diakon, Pengaku Iman dan Pendiri 3 Ordo.

 

St. Fransiskus adalah Santo besar dan unik dalam sejarah Gereja. Ia menghidupi Injil dalam kesempurnaan dan kepolosan seorang anak. Ia tidak menginterpretasikan pola hidup Injili tetapi menghidupi Injil secara harafiah. Ia bukan hanya menjadi pembaca Injil, namun menjadi Injil
yang hidup. Ia menghidupi kemiskinan dan laku tobat yang ekstrim. Namun tetap hidup dalam suka cita dan kasih persaudaraan seperti Gereja Perdana. Ia hidup sungguh selaras dengan teladan Kristus, bahkan pada akhir hidupnya ia bersatu dengan Kristus Tersalib dan menerima anugrah stigmata pada tubuhnya.

St. Fransiskus bisa dikatakan sebagai pelopor laku bakti pada Sakramen Ekaristi. Di abad ke-13, ia sering menasihati pengikutnya dan para saudara akan pentingnya Sakramen Ekaristi. Ini beberapa di antara nasihat-nasihat Sang Santo.

"Bagi seorang yang berada dalam posisi yang begitu luhur merendahkan diri begitu rendah merupakan suatu mukjizat yang menggemparkan. O perendahan diri yang luhur dan keluhuran yang merendah! Tuhan semesta alam, Allah dan Putera Allah merendahkan diri-Nya sampai Ia menyembunyikan Diri di dalam rupa roti untuk keselamatan kita! Pandanglah perendahan diri Allah itu, saudara-saudara! Karena itu janganlah menahan sesuatu pun yang ada padamu bagi dirimu sendiri, agar kamu seutuh-utuhnya diterima oleh Dia yang memberikan Diri-Nya seutuhnya bagi kamu"

"Apakah yang dilakukan oleh seorang miskin di depan pintu seorang kaya, seorang sakit di depan dokter, seorang yang haus di tepi aliran sungai? Apa yang mereka lakukan, aku lakukan di depan Allah dalam Ekaristi. Aku berdoa, aku menyembah, aku mencintai."

St. Fransiskus dari Assisi, doakanlah kami yang masih berziarah di dunia ini agar kami dapat mencintai Kristus seperti dirimu dan membaktikan diri kami seluruhnya kepada Dia yang telah mati bagi kami. Amin

Selasa, 02 Oktober 2012

Cara Merenungkan Misteri-misteri Doa Rosario



Setiap kali berdoa Rosario, hampir selalu kita akan merenungkan misteri-misteri Kitab Suci yang dalam Doa Rosario terbagi atas Peristiwa Sedih, Peristiwa Gembira, Peristiwa Mulia dan yang paling baru yaitu Peristiwa Terang. Tentu ada di antara umat Katolik sekalian termasuk saya sendiri pernah mengalami kesulitan-kesulitan untuk merenungkan Misteri-misteri tersebut. Ada juga di antara umat Katolik termasuk saya sendiri yang seringkali hanya sekadar membaca Misteri-misteri tersebut tanpa mencoba untuk masuk ke dalamnya.

Dua hari lalu teman saya menghibahkan sejumlah buku-buku tua yang bagus, salah satunya adalah buku doa berukuran kecil (buku saku) keluaran Januari 1999 yang berisi doa-doa dasar dan umum dalam Gereja Katolik. Dalam buku ini pula, saya temukan sebuah penjelasan cara-cara untuk merenungkan Misteri-misteri dalam Doa Rosario yang saya yakin bermanfaat untuk kita semua.

 
Cara-cara Merenungkan Misteri-misteri dalam Doa Rosario

1. Melihat apa yang terjadi: Sewaktu berdoa, kita membayangkan peristiwa yang bersangkutan dengan bantuan angan-angan, atau dengan memakai gambar-gambar seperti yang terdapat dalam buku ini. Kita hendak melihat apa yang terjadi, dan seakan-akan hadir pada peristiwa yang kita renungkan; mengamat-amati bagaimana malaikat menghadap Maria, mendengarkan apa yang dikatakan malaikat dan apa yang dikatakan Maria. Jadi, kita memandang dan mendengarkan! Oleh sebab itu, peristiwa-peristiwa yang disajikan hendaknya direnungkan dan dipikirkan dalam-dalam.

2. Bersama dengan Yesus dan Maria:  Tanpa berkhayal pun kita dapat bersama-sama dengan Yesus dan Maria, yaitu dalam sikap iman seakan-akan “beristirahat” dalam Allah. Kita tidak perlu memperhatikan kata-kata yang kita ucapkan, dan tidak perlu menaruh banyak minat pada arti kata-kata itu. Perhatian hanya kita arahkan kepada Allah. Kita berdiam di dalam Dia. Kita berbuat sesedikit mungkin untuk membiarkan Allah berkarya dalam diri kita, menguasai sepenuhnya hati kita. Maka doa dan misteri hanya satu tujuannya, yaitu mempersiapkan jalan untuk bertemu dengan Allah, yang berbicara tanpa kata. Bagi banyak orang, berdoa Rosario memberikan kedamaian di tengah-tengah kegelisahan apapun. Karena Doa Rosario ini pula banyak orang kudus merasa terdorong untuk menjalin hubungan mesra dengan Tuhan dan orang-orang yang baru mulai membina kehidupan rohani terdorong untuk lebih giat belajar berdoa.

3. Membagi-bagikan Misteri: Untuk lebih mudah memusatkan perhatian, misteri-misteri dapat dibagi-bagi sehingga pada setiap sepuluh kali “Salam Maria”, ada satu segi tertentu yang direnungkan dan diperhatikan. Kalau dengan cara ini Doa Rosario dirasakan menghabiskan lebih banyak waktu, maka lebih baik berdoa 20 sampai 30 kali “Salam Maria” (berarti 2 atau 3 Misteri saja dulu) saja daripada menyelesaikan ke-5 Misteri dengan tergesa-gesa dan tanpa menaruh perhatian apapun. Lain waktu dapat dilanjutkan. Sebab jangan lupa bahwa Doa Rosario adalah sebagai media bantuan untuk bertemu dengan Tuhan.
4. Menelaah Misteri: Dengan bantuan gambar atau visualisasi misteri-misteri, kita dapat melihat dan merenungkannya. Umpama saja, kita melihat suatu peristiwa yang menunjukkan betapa besar cinta Yesus kepada kita (misalnya peristiwa Yesus Didera). Kita lalu terdorong untuk mencintai-Nya, mengabdi-Nya dan menyatakan simpati kepada-Nya. Kita dapat seolah-olah hadir bersama dengan Dia di Tanah Suci misalnya dengan masuk ke dalam gua di Betlehem, berdiri di bawah salib dan memperhatikan wajah Maria yang berubah menjadi berseri-seri ketika melihat Putera-Nya yang bangkit. Dan barangkali hati kita dengan sendirinya memikirkan kembali arti kata-kata yang kita ucapkan: “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini!”

5. Merenungkan hasil-buah Misteri: Setiap misteri mempunyai hasil-buah sendiri. Dan setiap misteri harus diwujudkan di dalam kehidupan kita masing-masing. Semua peristiwa dalam Doa Rosario menceritakan hidup Yesus dan Bunda-Nya. Tetapi hidup Yesus dan Bunda-Nya terus berlangsung dalam hidup kita. Misteri hidup Kristus ialah misteri hidup kita. Oleh sebab itu, sebaiknya kita memeriksa apa yang diajarkan setiap misteri itu kepada kita dan bertanya: “Bagaimana kita dapat mewujudkannya?”. Misalnya, dengan Misteri Gembira yang pertama (Kabar Malaikat kepada Maria), kita dapat merenungkan makna ucapan Maria: “Aku ini hamba Tuhan”. Ucapan itu menyatakan kesediaan sempurna untuk melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan. Maria tidak menganggap dirinya lebih daripada seorang hamba. Tugas dan kewajibannya tak lain dan tak bukan adalah melakukan semua yang diperintahkan Allah. Apakah kita memiliki sikap demikian itu? Bukankah kita juga harus bersedia melakukan apa saja yang dikehendaki Allah? Memang, seharusnya kita dapat menyesuaikan diri secara sempurna dengan kehendak Allah. Bila keinginan ini ada, kita dapat memohon perantaraan Maria untuk memperoleh anugerah itu. Dengan cara yang sama, kita dapat merenungkan setiap misteri, memikirkannya, mewujudkannya dalam diri kita dan berusaha mengubah hidup kita sesuai dengan ajaran yang tercantum di dalamnya. Rosario yang kita doakan setiap hari dengan cara demikian akan merupakan kekuatan bagi kita untuk maju dalam pengabdian kita kepada Tuhan.

6. Berdoa untuk Ujud (Intensi) tertentu:  Doa Rosario sungguh-sungguh suatu doa untuk kehidupan sehari-hari seperti telah dijelaskan dalam Kata Pengantar. Suatu kebiasaan yang baik ialah membuat suatu ujud pada setiap sepuluh kali “Salam Maria” dan mendoakannya. Ujud itu biasanya sesuai dengan hal yang menarik perhatian kita sekarang ini atau sesuai dengan misteri dari sepuluh Salam Maria yang bersangkutan.

Misalnya: Peristiwa-peristiwa Gembira berhubungan dengan masa kecil Yesus. Maka kita berdoa untuk orang tua, anak-anak, para pendidik, hidup keluarga dsb. Pada Peristiwa Pertama, kita berdoa untuk para ibu yang sedang menantikan kelahiran anak yang baru; pada Peristiwa Kedua untuk para bidan dan perawat agar meneladan Maria yang membantu Elizabeth; pada Peristiwa Ketiga untuk bayi-bayi yang lahir dalam kemiskinan; pada Peristiwa Keempat untuk mempersembahkan anak-anak kita kepada Yesus dan Maria; dan pada Peristiwa Kelima untuk mendoakan anak-anak kita supaya tidak meninggal atau mengalami gangguan dalam masa kecil. Dapat pula kita menyatakan kerelaan kita untuk menyerahkan anak kita kepada Tuhan, jika Tuhan memanggilnya untuk tugas yang luhur di dalam rumah Bapa.

Pada Peristiwa-peristiwa Sedih, kita berdoa untuk berbagai macam golongan pendosa, misalnya untuk mereka yang murtad dan tegar-hati (peristiwa pertama); untuk yang melanggar kemurnian dan menodai kesetiaan dalam pernikahan (peristiwa kedua); untuk yang sombong dan angkuh (peristiwa ketiga), untuk yang mendurhakai Tuhan (peristiwa keempat); dan untuk semua pendosa (peristiwa kelima).

Pada Peristiwa-peristiwa Mulia kita berdoa untuk kejayaan Gereja (peristiwa pertama), untuk pikiran manusia agar lebih tertuju kepada Allah (peristiwa kedua); untuk mohon bantuan Roh Kudus (peristiwa ketiga); untuk mohon perantaraan Santa Maria, Ratu dan Bunda kita (peristiwa keempat) dan untuk mohon agar ia membimbing kita menuju kepada kebahagiaan abadi, mahkota hidup kita di surga (peristiwa kelima).

Tambahan dari Indonesian Papist - Pada Peristiwa-peristiwa Terang kita berdoa untuk sanak keluarga dan sahabat-sahabat kita yang akan dibaptis (peristiwa pertama), berdoa untuk pernikahan kita, saudara kita, atau sahabat kita agar Kristus mau menyatakan diri-Nya di dalam pernikahan-pernikahan tersebut (peristiwa kedua), berdoa untuk pewartaan Injil dan pertobatan kepada setiap orang di era modern ini (peristiwa ketiga), berdoa agar Kristus mau hadir dan menampakkan kemuliaan-Nya dalam kehidupan menggereja kita (peristiwa keempat) dan berdoa agar pelanggaran-pelanggaran Liturgi semakin hari semakin berkurang (peristiwa kelima).

7. Menyelingi doa dengan bacaan Kitab Suci: Paus Pius XII dan Paulus VI sering menyebut Doa Rosario sebagai “ringkasan seluruh Injil”. Memang demikian. Misteri-misteri Rosario adalah misteri-misteri Injil. Jika doa Rosario diselingi dengan bacaan Kitab Suci, maka doa itu akan sangat berguna dan merupakan cara meditasi yang unggul. Mungkin Rosario akan menjadi doa yang terlalu panjang, jika setiap sepuluh “Salam Maria” diberi kutipan Injil. Apalagi kalau harus kita selesaikan semua. Oleh karena itu, Doa Rosario perlu dilakukan dengan variasi. Misalnya, pada hari pertama kita membaca kutipan Kitab Suci untuk sepuluh kali “Salam Maria” yang pertama, lain hari untuk sepuluh kali “Salam Maria” yang kedua dst. Jika kita menyelingi doa dengan bacaan Kitab Suci, doa-doa kita akan mempunyai makna yang meresapi seluruh hati.


Pax et Bonum

Cara Berdoa Rosario



Cara Berdoa Rosario
Doa Rosario terdiri dari doa-doa yang sangat indah:

1. Salib  yang menghiasi setiap Rosario mengingatkan kita akan cinta Yesus kepada kita, akan sengsara-Nya yang menebus dosa kita, dan akan kesempatan yang diberikan Yesus kepada kita untuk menjadi anak-anak Allah. Kita membuat tanda salib untuk bersyukur kepada Yesus dan untuk mengakui tiga misteri iman kita yang terpenting yaitu Tritunggal Mahakudus, Penjelmaan dan Penebusan. Kemudian dengan mengucapkan “Syahadat Para Rasul”, yaitu kedua belas pokok iman yang diwariskan kepada kita oleh Para Rasul, kita memperbaharui iman yang menjadi pegangan kita selama hidup dan pada saat kita mati.

2. Pada biji yang pertama kita berdoa: “Kemuliaan kepada Bapa...” Maka dengan doa ini kita menyatakan secara singkat tujuan hidup dan pekerjaan kita. Menyusul kemudian doa Bapa Kami, doa yang diajarkan Yesus sendiri kepada kita. Dalam Doa ini, kita terutama menghormati Allah dan mohon agar setiap orang boleh mengenal, mencintai dan mengabdi kepada-Nya. Sesudah itu, kita berdoa secara sederhana untuk keperluan dan kepentingan kita sendiri maupun saudara-saudara kita.

3. Pada ketiga biji yang berikut kita berdoa: Tiga kali Salam Maria untuk menghormati Maria secara istimewa Maria adalah Bunda kita karena hubungannya yang istimewa dengan Allah Tritunggal. Ketiga Salam Maria itu dapat kita dahului masing-masing dengan salam berikut ini: Salam Puteri Allah Bapa, Salam Bunda Allah Putera, dan Salam Mempelai Allah Roh Kudus.

4. Pada biji yang kelima kita berdoa seperti pada biji yang pertama; demikian pula pada keempat biji lain yang ada di antara setiap sepuluh kali Salam Maria yang berikut.

5. Doa Fatima, yaitu doa yang diajarkan oleh Bunda Maria pada ketiga anak di Fatima dalam penampakannya tahun 1917, dapat disisipkan pada setiap kali mengakhiri sepuluh kali Salam Maria. Doa ini dimaksudkan untuk mohon berkat dari Allah bagi perdamaian dunia dan keselamatan para pendosa. Doa ini berbunyi: Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa kami! Selamatkanlah kami dari api neraka dan antarlah jiwa-jiwa ke dalam Surga terutama mereka yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu!

Memang, mengulangi terus-menerus Salam Maria mudah membuat pikiran kita melayang-layang. Tetapi berdoa tidak sama dengan komat-kamit. Berdoa ialah mengarahkan hati pada Tuhan. Dengan mengulang-ulang salam Malaikat Gabriel kepada Maria, kita dapat meresapkan arti kata itu dalam hati. Doa ini adalah suatu salam penuh hormat dari Allah sendiri dengan perantaraan Malaikat, utusan-Nya, untuk menyampaikan pengangkatan luhur Maria: “Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu” diikuti kemudian oleh kata-kata yang diilhami Roh Kudus dan yang diucapkan Elisabet kepada Maria: “Terpujilah engkau di antara wanita, dan terpujilah Buah Tubuhmu, Yesus” Dan akhirnya, Gereja menambahkan doa yang sederhana ini: “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.”

Cara Berdoa Rosario

1. Cara Pertama sudah disinggung di atas. Cara inilah yang mendasari cara-cara yang lain: Kita mengucapkan satu kali doa Bapa Kami, sepuluh kali Salam Maria dan satu kali Kemuliaan ini sudah merupakan sumber rahmat yang luar biasa. Kita mengucapkan doa yang diajarkan Yesus sendiri dan mohon kepada Maria agar senantiasa mendoakan kita. “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin” Kita juga minta kepada Maria untuk mendoakan kita agar kita tidak mengabaikan kesempatan yang diberikan oleh Allah sekarang ini. Tobat pada saat sebelum meninggal dunia dapat membukakan pintu surga, tetapi tidak dapat memberikan kembali kehidupan yang kita boroskan selama hidup kita sekarang ini, selama kita masih dapat menang atas air kita sendiri dan selama kita masih memiliki cita-cita suci untuk memperoleh rahmat dan kemuliaan abadi kita dapat meminta dan akan menerimanya. Kita tidak hanya dapat meminta bagi diri kita sendiri, melainkan dapat juga meminta bagi para pendosa lain yang hidup bersama-sama dengan kita. Inilah suatu doa yang suci, yang dapat terus-menerus diulangi. Doa ini agak mirip dengan doa seorang janda dalam perumpamaan Yesus yang terus-menerus “mengganggu” hakim sampai permohonannya dikabulkan. (lihat Luk 18:1-8)

Doa Salam Maria diakhiri dengan permohonan agar kita sekurang-kurangnya pada saat terakhir, dapat mengambil keputusan yang tepat: apapun yang pernah kita perbuat, betapa bodoh kita pernah bertindak dan betapa banyak kesempatan telah kita boroskan, kita dapat meminta pertolongan Maria untuk tinggal dalam persahabatan dengan Allah sewaktu meninggal dunia. Limapuluh kali kita berseru kepada Maria yang doanya begitu berkuasa supaya terluput dari api neraka. Maria menekankan hal itu dalam doa yang diajarkan kepada anak-anak di Fatima. Maka kita dapat merenungkan dalam hati arti kata-kata itu dengan mengambil satu bagian yang kita pikirkan sejenak.

2. Cara Kedua  ialah mengucapkan setiap sepuluh kali Salam Maria untuk menghormati suatu misteri, yaitu suatu peristiwa dalam kehidupan Yesus Kristus. Banyak orang Katolik tidak begitu memperhatikan apa yang telah diperbuat Yesus. Mereka kurang bersyukur, bahwa Yesus telah lahir di sebuah kandang yang hina dan bahwa Ia telah wafat demi mereka di kayu salib. Mereka tidak berusaha untuk memperoleh berkat-berkat yang ditawarkan Yesus bagi mereka melalui misteri hidup, wafat dan kebangkitan-Nya. Keinginan untuk memperoleh kekayaan dan kesukaan duniawi, menghambat kemauan mereka untuk menerima sabda Tuhan “sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.” (Luk 8:14). Maka, tidak mengherankan kalau Yesus berdukacita di Getsemani. Ia sedih karena sikap acuh tak acuh kita yang mau diselamatkan-Nya. Berdoa Rosario akan membebaskan kita dari sikap acuh tak acuh itu. Setiap hari kita dapat memperingati dan menghormati lima misteri dalam hidup Yesus. Kita dapat mengenangkan misalnya: “Putera Allah menjadi manusia karena cinta-Nya kepada kita: oleh sebab itu, kita harus bersyukur dan memuji-Nya, dan mohon rahmat kerjasama dengan-Nya agar usaha-Nya bagi kita tidak sia-sia.” Nah, sambil kita mengenangkan cintakasih Allah, kita mengucapkan doa Bapa Kami, suatu doa pujian dan permohonan yang sungguh-sungguh diikuti kemudian oleh 10 kali seruan pada Santa Perawan Maria, agar dengan perantaraannya kita memperoleh karunia-karunia yang hendak diberikan Yesus kepada kita berkat misteri-misteri itu. Barangsiapa setiap hari menghormati peristiwa-peristiwa hidup Yesus dengan menggunakan cara berdoa ini, dia sungguh-sungguh berusaha meniru apa yang tercantum di dalamnya guna memperoleh apa yang dijanjikan-Nya.

3. Cara Ketiga ialah cara yang dianjurkan oleh  para paus dan juga menjadi bagian pokok buku ini: sementara bibir kita mengucapkan doa, budi kita merenungkan misteri-misteri yang berupa peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Yesus yang erat hubungan-Nya dengan Maria, Bunda-Nya. Seperti telah disebutkan di atas, mengulangi doa yang sama mudah menyebabkan pikiran melayang-layang. Tetapi jika doa itu diulangi secara berirama, doa itu akan menjadikan kesempatan yang baik untuk mengarahkan pikiran kita pada nilai-nilai yang luhur. Maka perpaduan antara doa lisan dan doa batin, menjadikan Rosario suatu doa yang sangat sempurna dan mudah, suatu doa yang dapat dilakukan dalam setiap keadaan: waktu kita lelah atau sakit, atau pada saat kita tidak tertarik pada doa-doa yang lain. Justru dengan mengulangi terus-menerus doa yang indah secara berirama, kita akan merasa tertolong untuk mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang mulia. Namun ini tidak berarti bahwa doa demikian itu akan begitu saja mengarahkan pikiran kita pada inti peristiwa-peristiwa yang lebih tinggi dan yang tak dapat dibayangkan secara inderawi itu. Kita kadang-kadang tentu akan mengalami kesulitan juga. Maka perlulah latihan dan semangat, yaitu kerendahan hati dan sikap mau mempercayakan diri pada Allah. Pendek kata, semangat iman yang memandang segala yang duniawi dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dari sudut pandangan Allah sendiri. Maka di sini akan terjadi hal-hal yang saling mempengaruhi secara ajaib: Semangat iman memang perlu, tetapi doa itu serentak menjadi jalan untuk membinanya. Dengan bantuan rahmat Allah, kita akan semakin mampu mengembangkan semangat iman itu dalam hati kita.


Referensi: Buku Doa, Januari 1999

Pax et Bonum