INJIL MINGGU PRAPASKAH I/A
9 Maret 2014 (Mat 4:1-11)
Rekan-rekan yang budiman!
Karena Injil bagi Minggu Prapaskah kali ini (Mat
4:1-11) akan diuraikan dengan panjang lebar oleh Matt sendiri, maka
ulasan kali ini hanya menyangkut bacaan pertama, yaitu Kej 2:7-9 dan
3:1-7. Disebutkan pada bagian awal bagaimana Tuhan membentuk manusia
dari “debu tanah”, yakni bahan yang ujudnya gumpalan-gumpalan berserakan
belaka. Ini cara Alkitab menggambarkan sisi rapuh dari manusia. Namun
sentuhan-sentuhan tangan ilahi memberinya bentuk. Begitu pula, hembusan
nafas hidup dari-Nya menjadikannya makhluk yang hidup. Ini bukan hanya
cerita melainkan penegasan iman yang berani. Bila tetap bersentuhan
dengan Yang Mahakuasa dan membiarkan diri dihidupi oleh-Nya, maka
serapuh dan seringkih apapun manusia akan se-nafas dengan-Nya. Karena
itu manusia juga memiliki tempat kehidupan yang membahagiakan di
firdaus. Tetapi, seperti dikisahkan dalam bagian kedua, manusia akhirnya
menjauh dari pada-Nya karena terpukau ajakan sang ular yang memakai
ujud manusia, bisa berkata-kata, bisa meyakin-yakinkan, tetapi yang
melilit dan akhirnya melumpuhkan.
Kisah memakan buah larangan tentu sudah lazim dikenal. Bila dimakan,
maka buah itu, menurut sang ular, akan membuat manusia terbuka matanya
dan tahu tentang “yang baik dan yang jahat” , artinya jadi mahatahu
seperti sang Pencipta sendiri. Tetapi baiklah kita jeli menafsirkan hal
ini dan tidak segera menghukum dorongan ingin tahu sebagai kesombongan
manusia di hadapan Tuhan. Kan tak ada jeleknya ingin mengetahui apa
saja. Bahkan bukankah ini ciri hakiki manusia? Coba
kita ingat, manusia ditegaskan sebagai makhluk yang se-nafas dengan Dia
Juga diceritakan dalam kisah firdaus yang tidak ikut dibacakan hari ini
bagaimana manusia dibimbing Sang Pencipta agar memberi nama kepada
semua makhluk hidup yang diciptakan-Nya (Kej 2:19-20). Maka manusia
diberi kemampuan mengetahui apa saja yang bisa diketahui. jadi bukan di
situ letak permasalahan serta kendala manusia. Memang dalam kisah
kejatuhan manusia ditandaskan bahwa keinginan tahu akan segala sesuatu
itu tidak tercapai dan mereka tidak menjadi seperti Tuhan sendiri. Yang
diperoleh hanyalah kesadaran mengenai keadaan diri sendiri: telanjang
(Kej 3:7). Begitu maka manusia menyadari keterpisahannya dengan Yang
Ilahi.
Yang membuat manusia
menjauh ialah ketidaktaatan pada pesan jangan memakan buah pengetahuan
baik dan jahat yang bisa mematikan (Kej 2:17). Bila dibaca ulang, akan
menjadi jelas bahwa bukan larangannyalah yang ditekankan, melainkan
pesan agar menjaga kehidupan yang dihembuskan ke dalam diri manusialah
yang dilanggar. Manusia diminta agar memelihara keadaan se-nafas dengan-Nya. Tapi gagal.
Setelah makan buah larangan, memang manusia menyadari keadaan diri
sendiri, tetapi mengapa tidak langsung mati seperti terungkap dalam
larangan tadi? Bisa dijelaskan bahwa maksudnya ialah manusia menjadi
makhluk yang “mortal”,
yang bisa mengalami kematian, seperti kenyataannya. Akan tetapi bisa
pula dimengerti bahwa. sebenarnya kematian akan langsung terjadi pada
saat manusia melanggar pesan tadi. Hanya kemurahan Tuhan sajalah yang
mengurungkan kematian serta merta itu. Ini kiranya warta yang tersirat
dalam kisah di atas. Semakin didalami, semakin terang bahwa kisah ini
bukannya berpusat pada hukuman melainkan pada kerahiman-Nya. Memang
manusia kini mengalami jerih payahnya menjaga nafas hidup yang diberikan
Pencipta. Tetapi ia tetap disertainya dalam pelbagai cara. Dan hanya
dengan demikianlah bisa dimengerti betapa keramatnya pesan menjaga
kehidupan tadi. Dalam Injil kali ini oleh Matt
akan ditampilkan seorang manusia yang mampu berteguh menghayati pesan
ilahi menjalani kehidupan yang berasal dari pada-Nya seperti apa adanya.
Tetapi baiklah kita dengarkan uraian Matt berikut ini.
Selamat menikmatinya!
A. Gianto
=================================================
Kawan-kawan yang baik!
Dengar-dengar
pada hari Minggu pertama masa puasa sebelum paskah tahun ini akan
kalian dengar kisah Yesus dicobai di padang gurun menurut Matius. Tahun
lalu dari versi Luc, tahun depan tentunya dari Mark. Saya dan Luc (Luk
4:1-13) sebetulnya mengolah kembali catatan Mark (Mrk 1:12-13) dengan
menyertakan bahan mengenai pembicaraan Yesus dengan penggodanya yang
belum tersedia ketika Mark menyusun karangannya. Seluk-beluk selanjutnya
tanya Gus; ia gemar menduga-duga maksud kami. Tapi ia malah minta saya
menjelaskan sendiri, “biar rada otentik” bujuknya.
Sebelum
menulis Mat 4:1-11, saya sudah dengar dari Mark bahwa Yesus dibawa Roh
ke padang gurun untuk dicobai Iblis selama 40 hari. Maksudnya, Yesus
dibawa Roh sampai ke tempat itu dan tetap disertai oleh-Nya di sana
selama itu. Luc memperjelas dengan mengatakan Yesus dibimbing Roh “di”
padang gurun. Jadi Yesus tidak ditinggalkan Roh yang turun ke atasnya
pada waktu menerima baptisan (Mrk 1:10 Mat 3:16 Luk 3:22). Catatan Oom
Hans malah menyebut Yohanes Pembaptis melihat Roh turun dari langit dan
tinggal di atas Yesus (Yoh 1:32). Tolong ini diingat bila kalian
menguraikan teks kami.
Tak usah
kisah itu ditafsirkan sebagai kisah tentang orang yang luar biasa laku
tapanya sehingga mampu mengalahkan godaan sebesar apapun seperti yang
digambarkan dalam kakawin Arjunawiwaha, mahakarya sastra Jawa Kuno itu.
Kami tidak ada maksud menampilkan Yesus sebagai manusia sakti atau
petapa digdaya, ksatria suci yang siap menempur si angkara murka
Niwatakawaca, bukan pula sebagai manusia teladan yang dijadikan
tauladan. Tujuan kami berbeda. Yesus kami wartakan sebagai manusia yang
disertai Roh, bukan agar dikagumi dan dicontoh, melainkan agar diikuti. Dia itu yang diutus Yang Mahakuasa kepada semua orang untuk membawa kita semua kembali ke diri kita yang sejati.
Ada tiga godaan. Yang pertama yakni mau mengurus semuanya sendiri
sehingga tak ada kesempatan mendengarkan isyarat-isyarat ilahi. Akhirnya
Yang Ilahi tak masuk dalam pola bertingkahlaku. Mau merebut yang
termasuk wilayah Sana. Ini godaan besar. Kami mengatakannya dengan
memakai lambang dari dunia orang Yahudi. Yesus lapar dan digoda agar
mengubah batu jadi makanan. Ingat kisah umat pilihan yang kelaparan dan
kehausan di padang gurun dulu dan mulai menyangsikan Tuhan, mereka
datang ke Musa minta mukjizat (Kel 17:1-7). Ini namanya mencobai Tuhan.
Mukjizat akhirnya terjadi, tapi mukjizat yang diminta dengan paksa itu
cuma menepis rasa haus, tidak memuaskan batin. Yesus tidak memaksa batu
jadi makanan, seperti dulu Musa yang terpaksa membuat padas kersang
memancarkan air segar. Memang Yesus lapar, tapi ia tidak menukar
kesertaan Roh dengan makanan. Ia tetap Anak Allah, maksudnya, orang yang
amat dekat dengan-Nya sampai dapat membiarkan-Nya sendiri terlihat. Ia
anak Allah bukan dalam arti yang hendak diisikan oleh penggoda: pembuat
mukjizat untuk diri sendiri. Yesus yang disertai Roh itu bersedia hidup
dari sabda ilahi yang menyebutnya “anak terkasih” yang diperdengarkan
pada saat ia dibaptis.
Godaan kedua
lebih berat. Menjatuhkan diri dari puncak Bait Allah agar Allah sendiri
mau tak mau menyelamatkan. Jadi memaksa-Nya bikin mukjizat! Apakah Ia
akan membiarkan Yesus binasa terbanting? Dan apa malaikat-malaikat akan
berpangku tangan nonton saja? Kan tertulis dalam Mzm 91:11-12 bahwa
Allah akan menyuruh malaikat-malaikat menadahi kakinya agar tak terantuk
batu, begitulah bisikan Iblis. Ia juga mahir memakai Kitab Suci dan
menafsirkannya bagi tujuan sendiri. Tetapi Roh menjernihkan budi Yesus
sehingga ia tetap melihat kedudukan dirinya sebagai Anak Allah sejati.
Tidak mau mencobai Dia. Roh juga mengarahkan ingatan pada ayat suci Ul
6:16 yang melarang orang membiarkan diri dikuasai perasaan ragu akan
Yang Mahakuasa. Jadi, tak usah gentar pada Iblis, ada Roh yang menyertai
kalian. Biarkan Roh menjernihkan kembali tafsir yang dikisruhkan Iblis.
Godaan ketiga makin gencar. Yesus
ditawari kekuasaan atas seluruh dunia beserta kemegahannya. Syaratnya,
sujud menyembah Iblis. Semakin dipikir semakin mengerikan. Iblis bisa
menawarkan dunia dan kemegahannya. Berarti semuanya bisa dialihmilikkan
begitu saja oleh Iblis! Dan kalian hidup di dunia yang begitu itu.
Untunglah ini baru wacana, belum kejadian yang nyata. Baru menjadi nyata
kalau Yesus menurutinya. Syukur tidak. Roh tetap menyertainya dalam
berteguh pada pilihannya. Karena itu penggoda kehabisan akal dan
tersingkir oleh daya Roh.
Nanti
Yesus menjadi Kristus Raja Alam Semesta seperti kalian tahu. Tapi ini
terjadi karena ia tetap meniti jalan ilahi, tidak mengikuti lorong
satani. Ia tidak mendahului langkah-langkah Roh.
Dalam
semua godaan itu Yesus berpegang pada ayat-ayat suci, semuanya dari
Kitab Ulangan; ay. 4 = Ul 8:3; ay. 7 = Ul 6:16; ay. 10 = Ul 6:13.) Apa
intinya? Seruan untuk mementingkan Dia Yang Mahatinggi itu. Tiga ayat
suci itu memberi ruang bagi sabda yang datang dari Dia, bagi
kesungguhan-Nya melindungi, bagi kebesaran-Nya.
Mau
mengenali si penggoda dari dekat? Dalam petikan yang kalian bacakan itu
ia tampil sebagai “diabolos” (= Iblis, ay. 1, 5, 8, 11), “peirazoon” (=
pembujuk, ay. 3), dan “satana” (= setan, ay. 10). Yang ketiga ini
bahkan diucapkan oleh Yesus sendiri. Sayang dalam terjemahan LAI, kata
“setan” dalam ay. 10 itu cuma dialihkan jadi “Iblis” – kata yang sudah
beberapa kali dipakai. Yesus kan menggertak, “Enyahlah, Setan!” Hardikan
ini terdengar sekali lagi dalam kesempatan lain, lihat di bawah.
Penggoda
tampil pertama-tama sebagai “Iblis”, Yunaninya “diabolos”. Menurut arti
kata itu, pekerjaannya ialah memecah belah pikiran dan membuat hati
bercabang. Ia mau menduakan perhatian Yesus yang sepenuhnya terarah
kepada Bapanya. Iblis mau membuatnya berorientasi pada dia juga.
Perhatikan yang dikatakan dalam ay. 8 ketika Iblis menawari Yesus
kekuasaan akan dunia dan kemegahannya. Ia tidak meminta Yesus
meninggalkan Yang Mahakuasa. Iblis cuma ingin agar dirinya ikut diakui
oleh Yesus. Itu cukup. Jadi inti godaannya ialah menyisihkan sedikit
tempat bagi Iblis dengan imbalan seluruh isi dunia dan kebesarannya.
Pemikirannya begini: ah, Yang Mahakuasa kan sudah punya apa saja, kalau
kita ada simpanan rahasia sedikit tak apa kan? Apalagi kalau sedang tak
beres hubungan dengan Dia, ke mana kita akan sembunyi?
Tetapi
Yesus mengusir Iblis dan menghardiknya sebagai “setan”. Kalian ingat
peristiwa pemberitahuan pertama mengenai penderitaan Yesus? Langsung
Petrus berusaha mencegah agar Yesus tidak terus berjalan ke arah
penderitaan itu. Yesus berpaling dan mengucapkan (Mat 16:23 Mrk 8:33)
“Enyahlah setan!” seperti ketika menggertak penggoda tadi. Petrus mau
menduakan perhatian Yesus. Lihat betapa lembutnya godaan itu. Setan
pintar menabur benih perseteruan di dalam batin manusia sendiri. Ia
menuduh-nuduh apa cara hidupmu ini benar, apa yang ini yang terbaik, kok
ndak gini saja, dst. Ia membimbangkan, ia membuat orang jadi ragu-ragu.
Ia itu bisa terasa amat dekat, bahkan kayak orang kepercayaan. Dalam
Injil, setan itu bukan jejadian yang membikin bulu kuduk berdiri kayak
yang disuguhkan tontonan horor di TV kalian. Ia punya wajah kalem tapi
diam-diam menjerumuskan ke jalan buntu.
Heran
bahwa hardikan keras kepada Petrus di atas tidak ikut disebut Luc? Tapi
kawan kita ini kiranya mau menyampaikannya dengan cara lain. Segera
setelah pemberitahuan pertama mengenai sengsara (Luk 9:22), Luc
mengutipkan beberapa ajaran tegas Yesus tentang arti mengikutinya...,
baca Luk 9:23-27. Seluk-beluknya tanya sama Luc sendiri, atau minta Gus
menjelaskannya nanti.
Bagaimana
membeda-bedakan yang benar dari yang tipuan? Sendirian kita tak bisa.
Hanya dengan bantuan Roh kita akan mendapati jalan kebenaran. Tak bisa
dengan kekuatan sendiri saja. Tak mungkin dengan keberanian belaka. Tak
cukup dengan laku tapa melulu. Bahkan berkutat menjalani retret Ignatian
sebulan tak akan membekali kalau dalam waktu itu belum bisa belajar
membiarkan diri disertai Roh.
Memang tak gampang mengenali “pembujuk”, Yunaninya “peirazoon” yang
maknanya “dia yang berusaha meyakin-yakinkan dengan niat menipu dan
menjatuhkan”. Orang dulu paling takut pada cobaan seperti ini. Pasti
kalah. Pada akhir doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus dan diteruskan Luc
secara apa adanya (Luk 11:4) itu ada permohonan, “Dan janganlah masukkan
kami ke dalam percobaan”. Untuk menjelaskan lebih lanjut, saya perluas
rumusannya dengan “tapi bebaskanlah kami dari yang jahat”(Mat 6:13).
Godaan itu alam yang jahat yang amat mengerikan. Manusia tak bisa
melawan. Satu-satunya yang bisa dilakukan ialah minta Bapa melepaskan
dari kuasa jahat itu. Dan Ia menjalankannya dengan kekuatan yang datang
dari-Nya sendiri, yakni Roh. Ingat juga, nanti di Getsemani Yesus
tergoda untuk ambil jalan lain, tapi ia tetap mendekatkan diri kepada
Bapanya (Mrk 14:36 Mat 26:39 Luk 22:42).
Begitulah
di padang gurun Yesus berjumpa dengan “diabolos”, Iblis pemecah belah,
bertemu “peirazoon”, pembujuk yang menyebar benih permusuhan, dan
bertatap muka dengan “setan” yang mau menyeretnya ke jalan sesat. Yesus
berhasil keluar dari padang gurun karena ia tetap disertai Roh. Tokoh
utama dalam kisah di padang gurun itu Roh sendiri! Kalian amati gerak
geriknya ketika menyertai Yesus dan ambil hikmatnya! Bagaimana kita
tahu kita didampingi Roh? Bila kita ikuti jalan Yesus, bila tidak kita
sangsikan kesungguhan Yang Mahakuasa, dan bila kita membiarkan diri
dituntun kekuatan dari atas untuk mengerti kebesaran ilahi yang
sesungguhnya. Itulah langkah-langkah membuka diri bagi bimbingan Roh.
Semoga kalian tetap didampingi Roh!
Matt