Keluargaku

Keluargaku

Senin, 26 November 2012

Kristus Raja



InjMg 25 Nov 2012: Kristus Raja (Yoh 18:33b-37)

BERKUASA ATAS SEMESTA ALAM?

Pada hari raya Kristus Raja Semesta Alam tahun B ini dibacakan Yoh 18:33b-37. Petikan ini memperdengarkan pembicaraan antara Pilatus dan Yesus. Pilatus menanyai Yesus apa betul ia itu raja orang Yahudi guna memeriksa kebenaran tuduhan orang terhadap Yesus. Yesus menjelaskan bahwa keraja­an­nya bukan dari dunia sini. Ia datang ke dunia untuk bersaksi akan kebenaran.
Injil mengajak kita mengenali Yesus yang sebenarnya, bukan seperti yang dituduhkan orang-orang, bukan pula seperti Pilatus yang sebenarnya tidak begitu peduli siapa Yesus itu. Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam ini juga merayakan kebesaran manusia di hadapan alam semesta. Itulah kebenaran yang dipersaksikan Yesus dan yang dipertanyakan Pilatus.

RAJA DALAM PERJANJIAN LAMA
Dalam alam pikiran Perjanjian Lama, raja berperan sebagai wakil Tuhan di dunia. Di Kerajaan Selatan, yakni Yudea, peran ini dipegang turun-temurun. Kepercayaan ini terpantul dalam silsilah Yesus dalam Injil Matius yang melacak leluhur Yesus, anak Daud, anak Abraham (Mat 1:1-17). Lukas menggarisbawahinya tapi melacaknya lebih lanjut hingga ke Adam, anak Allah, yakni "gambar dan rupa" sang Pencipta sendiri di dunia ini (Luk 4:23-27). Tetapi dalam menjalankan peran ini, raja sering diingatkan para nabi agar tetap menyadari bahwa Tuhan sendirilah yang menjadi penguasa umat.
Kehancuran politik yang berakibat dalam pembuangan di Babilonia (586-538 s.M.) mengubah sama sekali keadaan ini. Raja ditawan dan dipenjarakan, kota Yerusalem dan Bait Allah dijarah, negeri terlantar dan morat-marit hampir selama setengah abad. Pengaturan kembali baru mulai setelah pembuangan, pada zaman Persia. Bait Allah mulai dibangun kembali (baru selesai 515 s.M.), walau kemegahannya tidak seperti sebelumnya. Tidak ada lagi raja seperti dulu walau ada penguasa setempat yang berperan dengan cukup memiliki otonomi di dalam urusan keagamaan. Pada zaman Yesus, keadaan ini tidak banyak berubah. Memang ada harapan dari sementara kalangan orang-orang Yahudi bahwa kejayaan dulu akan terwujud kembali. Maka itu, ada harapan akan Mesias Raja. Harapan ini mendasari pelbagai gerakan untuk memerdekakan diri. Hal ini sering malah memperburuk keadaan. Penguasa asing menumpas gerakan itu dan memperkecil ruang gerak orang Yahudi sendiri. Maka itu, di kalangan pemimpin Yahudi ada kekhawatiran apakah Yesus ini sedang membuat gerakan yang akan mengakibatkan makin kerasnya pengaturan Romawi. Mereka mendahului menuduh Yesus di hadapan penguasa Romawi guna mencegah memburuknya suasana politik.

PATUTKAH IA MENJADI RAJA?
Menurut Yohanes, memang orang pernah bermaksud mengangkat dia sebagai raja (Yoh 6:15, sehabis memberi makan 5.000 orang). Akan tetapi, tak sedikit dari mereka itu nanti juga meneriakkan agar ia disalibkan. Bukannya mereka tak berpendirian. Mereka itu seperti kebanyakan orang ingin hidup tenteram. Mereka mendapatkan roti dan ingin terus, tetapi mereka juga berusaha menghindari kemungkinan mengetatnya pengawasan dari penguasa Romawi. Di dalam kisah sengsara memang tercermin anggapan yang beredar di kalangan umum bahwa Yesus itu bermaksud menjadi raja orang Yahudi: olok-olok para serdadu (Mat 27:29; Mrk 15:9.18; Luk 23:37; Yoh 19:3), papan di kayu salib menyebut Yesus raja orang Yahudi (Mat 27:37; Mrk 15:26; Luk 23:38; Yoh 19:19-21), olok-olok para pemimpin Yahudi di muka salib (Mat 27:42; Mrk 15:32), kata-kata Pilatus di depan orang Yahudi (Yoh 19:14-15).
Kisah kelahiran Yesus menurut Matius juga menceritakan kedatangan para orang bijak dari Timur mencari raja orang Yahudi yang baru lahir (Mat 2:2). Namun demikian, seluruh kisah itu justru menggambarkan kesederhanaannya. Gambaran yang sejalan muncul dalam kisah Yesus dielu-elukan di Yerusalem (Mat 21:1-11; Mrk 11:1-10; Luk 19:28-38; dan Yoh 12:12). Ia disambut sebagai tokoh yang amat diharap-harapkan dan diterima sebagai raja, terutama dalam Yohanes. Jelas juga bahwa tokoh ini ialah raja yang bisa merasakan kebutuhan orang banyak.
Menurut Markus, Matius, dan Lukas, di hadapan Pilatus Yesus tidak menyangkal tuduhan orang Yahudi bahwa ia menampilkan diri sebagai raja, tetapi tidak juga mengiakan (Mat 27:11; Mrk 15:2; Luk 23:2-3). Dalam Yoh 18:33-39, ia justru menegaskan bahwa ia bukan raja dalam ukuran-ukuran duniawi.
Injil mewartakan Yesus sebagai Mesias dari Tuhan. Dalam arti itu, ia memiliki martabat raja. Namun demikian, wujud martabat itu bukan kecemerlangan duniawi, melainkan kelemahlembutan, kemampuan ikut merasakan penderitaan orang, dan mengajarkan kepada orang banyak siapa Tuhan itu sesungguhnya.

RAJA SEMESTA ALAM
Guna mendalami Injil Yohanes mengenai Yesus, sang raja yang bukan dari dunia ini meski dalam dunia ini, marilah kita tengok madah penciptaan Kej 1:1-2:4a. Injil Yohanes, khususnya dalam bagian pembukaannya (Yoh 1:1-18), mengandaikan pembaca tahu bahwa ada rujukan ke madah penciptaan itu.
Ciptaan terjadi dalam enam hari pertama (Kej 1:1-31) dan manusia sendiri baru diciptakan pada hari keenam. Dalam enam hari itu, Tuhan mencipta dengan bersabda. Sabda-Nya menjadi kenyataan. Diciptakan berturut-turut: waktu siang dan malam (Kej 1:3-5), langit (ay. 6-8), bumi beserta tetumbuhan (ay. 9-12), matahari, bulan, dan bintang-bintang (ay. 14-19), ikan di laut dan burung di udara (ay. 20-23), hewan-hewan di bumi (ay. 24-25), dan akhirnya manusia.
Sesudah menciptakan hewan-hewan pada hari keenam itu, Tuhan bersabda, "Marilah kita menciptakan manusia menurut gambar dan rupa kita!" (Kej 1:26). Ungkapan "kita" memuat ajakan kepada seluruh alam ciptaan yang telah diciptakan-Nya itu untuk ikut serta dalam pen­cipta­an manusia. Seluruh alam semesta yang telah di­ciptakan kini "menantikan" puncaknya, yakni manusia. Dalam diri manusia terdapat peta kehadiran Tuhan Pencipta yang dapat dikenali oleh alam semesta. Oleh karena itu, manusia juga diserahi kuasa menjalankan pengaturan bumi dan isinya (Kej 1:29).
Manusia diciptakan "laki-laki dan perempuan" (Kej 1:27). Dalam cara bicara Ibrani, ungkapan dengan dua bagian ini merujuk kepada keseluruhan manusia, jadi seperti kata "kemanusiaan" atau "humankind" dalam bahasa Inggris. Bandingkan dengan ungkapan "benar-salahnya", maksudnya "kebenarannya"; "jauh-dekatnya" maksudnya "jaraknya". 

Pada hari ketujuh (Kej 2:1-4a) sang Pencipta beristirahat dan memberkati hari itu. Pekerjaan yang telah diawali-Nya itu kini dilanjutkan oleh manusia karena manusia memetakan kehadiran-Nya. Hari ketujuh tak berakhir, inilah zaman alam semesta yang diberkati Tuhan Pencipta.
Gambaran di atas menjadi gambaran ideal manusia sebagai raja yang mewakili Tuhan di hadapan alam semesta. Kebesaran manusia sang "gambar dan rupa" Tuhan dan alam semesta itu diterapkan Yohanes kepada Yesus. Dalam hubungan ini Yohanes merujuk Yesus sebagai "Sabda", yakni kata-kata "Terjadilah...!" dst. yang diucapkan Tuhan dalam menciptakan alam semesta berikut isinya, termasuk manusia sendiri.
Dengan latar di atas, makin jelas apa yang dimaksud Yesus ketika berkata kepada Pilatus (Yoh 18:36) bahwa kerajaannya bukan dari dunia ini, bukan dari sini. Yesus itu memang raja dalam arti puncak ciptaan sendiri, kemanusiaan yang sejati seperti dulu dikehendaki sang Pencipta. Dalam ay. 37 Yesus menambahkan bahwa untuk itulah ia lahir, untuk itulah ia datang. Seluruh kehidupannya mempersaksikan kebenaran, yaitu manusia yang dikehendaki Pencipta sebagai puncak ciptaan yang membadankan unsur-unsur ilahi dan ciptaan dalam dirinya.

Dengan demikian, dalam perayaan Kristus Raja Semesta Alam, dirayakan juga kebesaran manusia, yakni manusia seperti dikehendaki Pencipta. Itulah kebesaran martabat manusia sejati. Sesudah perayaan ini, orang Kristen menyongsong Masa Adven untuk menantikan pesta kedatangan Yesus, Raja yang bakal lahir dalam kemanusiaan yang sederhana tapi yang juga mendapat perkenan Yang Maha Kuasa.
Kembali ke dialog antara Pilatus dan Yesus. Dalam Yoh 18:37 disebutkan Yesus datang ke dunia, ke tempat yang dalam alam pikiran Injil Yohanes dipenuhi kekuatan-kekuatan yang melawan Allah Pencipta, untuk mempersaksikan "kebenaran". Apa kebenaran itu? Pertanyaan ini juga diucapkan oleh Pilatus. Ini juga pertanyaan kita yang dalam banyak hal memeriksa Yesus. Menurut Injil Yohanes, "kebenaran" yang dipersaksikan Yesus itu ialah kehadiran ilahi di kawasan yang dipenuhi kekuatan gelap. Ia menerangi kawasan yang gelap. Inilah yang dibawakan Yesus kepada umat manusia. Inilah yang membuatnya pantas jadi Raja Semesta Alam. Orang yang mengikutinya akan menemukan jalan kembali ke martabat manusia yang asali, yakni sebagai "gambar dan rupa" Allah sendiri. Orang yang mendekat kepadanya dapat berpegang pada kebenaran ini. Masyarakat manusia kini, di negeri kita, butuh cahaya itu juga. Dan kita-kita yang percaya kepada terang itu diajak untuk ikut membawakannya kepada semua orang. Inilah makna perayaan Kristus Raja Semesta Alam yang kita rajakan bersama Injil Yohanes tahun ini.

Salam hangat,
A. Gianto

Minggu XXXIII



InjMg XXXIII-B 18 Nov 12 (Mrk 13:24-32)

Rekan-rekan yang baik!
Karangan ini membicarakan Mrk 13:24-32 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XXXIII tahun B. Ada dua pokok yang disampaikan dalam petikan dari Injil Markus ini. Yang pertama mengenai kedatangan Anak Manusia yang didahului "zaman edan" (ay. 24-27). Yang kedua mengajak orang memperhatikan kapan saat itu tiba (ay. 28-32).

KEDATANGANNYA KEMBALI
Murid-murid yang masih mengenal Yesus dari dekat mewartakan bahwa ia telah bangkit dari kematian dan naik ke surga dan kini menyiapkan tempat bagi mereka. Ia akan datang kembali dengan mulia dan orang-orang yang percaya kepadanya akan ikut serta dalam kebesarannya. Saat itu seluruh alam semesta akan menyaksikan peristiwa ini. Yang paling membuat generasi pertama murid-murid ini bergairah ialah kebangkitannya. Karena itu, pewartaan Injil yang paling awal ialah "Tuhan telah bangkit!" Semua hal lain, termasuk kedatangannya kembali, ialah kelanjutan peristiwa itu. Namun demikian, bagi murid-murid dari generasi yang tidak mengenal Yesus sendiri, kebangkitannya sudah jadi hal yang diandaikan. Minat mereka lebih terarah pada kedatangannya kembali. Di situlah letak daya tarik komunitas Kristen awal ini. Seluruh Injil Markus ditulis bagi kalangan mereka. Kepada mereka diperkenalkan siapa Yesus yang akan datang kembali itu lewat ingatan akan hal-hal yang diajarkan dan dilakukannya semasa hidupnya. Kedatangannya kembali nanti dikontraskan dengan suasana yang menggelisahkan - suasana zaman edan dan bumi gonjang-ganjing.

KERAJAAN ALLAH SUDAH TIBA
TANYA: Markus, bila begitu latar belakangnya, apa warta Yesus yang paling pokok yang Anda rekam?
MARKUS: Orang-orang di sana dulu terusik dengan pertanyaan-pertanyaan tentang akhir zaman. Kepada orang-orang ini Yesus mengajarkan bahwa akhir zaman sudah tiba dalam wujud "Kerajaan Allah". Ini kutuliskan pada awal Mrk 1:15.
TANYA: Lha, apa yang terjadi bila Kerajaan Allah sudah datang?
MARKUS: Dalam Mrk 1:15a, kuceritakan Yesus berseru "Me­tanoeite!", yang artinya lebih luas daripada "Bertobatlah!" Orang-orang diminta agar berubah haluan dari hanya ngutak-utik perkara betul atau salah menurut Taurat menjadi orang yang berpikir lapang, yang tidak membiarkan diri terganjal huruf. Begitulah ada kemerdekaan batin. Ini perlu agar warta Injil bisa diterima dengan mantap.
TANYA: Lalu?
MARKUS: Langkah berikutnya, ya mendengarkan, memandangi, mengikuti Yesus yang mengajar, menyembuhkan orang sambil berjalan ke Yerusalem meskipun sadar di sana bakal kena susah. Jadi, kayak Bartimeus si buta yang melihat kembali.
TANYA: Maksudnya, satu ketika orang bakal menyadari Yesus sebagai Mesias yang diutus Allah.
MARKUS: Benar. Tapi Yesus sendiri sebenarnya memakai ungkapan Anak Manusia untuk menjelaskan ke-Mesias-annya. Ia mendekatkan kembali manusia dengan Allah, ia bukan Mesias politik. Karena itu juga, seperti dalam Injilku (Mrk 13:26), ia me­makai gambaran Anak Manusia dengan memanfaatkan Dan 7:13.

TAFSIR DANIEL 7:13 - KEMANUSIAAN YANG BARU Kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaannya digambarkan oleh Markus (juga oleh Matius dan Lukas) dengan memakai gambaran dari Dan 7:13, yakni tokoh Anak Manusia yang datang menghadap Allah untuk memperoleh anugerah kuasa atas seluruh alam semesta. Dalam Kitab Daniel, kedatangan Anak Manusia ini terjadi segera sesudah Allah memunahkan kekuatan-kekuatan jahat yang mengungkung alam semesta. Zaman yang dikuasai kekuatan edan itu kini digantikan dengan zaman Anak Manusia. Siapakah Anak Manusia dalam Daniel itu? Tafsiran bisa bermacam-macam. Namun demikian, bila dicermati, Anak Manusia di situ dipakai melukiskan kemanusiaan baru yang hidup merdeka di hadapan Allah. Di situlah kebesarannya. Bila diterapkan kepada Yesus, kedatangannya kembali mewujudkan kemanusiaan yang baru ini.

MARKUS: Setuju dengan catatan di atas. Kemanusiaan baru itulah wujud utuh Kerajaan Allah. Manusia tidak lagi buta, tidak lagi lumpuh, tidak lagi sakit, tidak kerasukan roh jahat, tapi yang merdeka di hadapan Allah, seperti Yesus sendiri di hadapan Allah, Bapa yang maharahim itu. Seperti dalam Kitab Daniel tadi, kehadiran manusia baru itu berkontras dengan zaman edan yang mendahuluinya.
TANYA: Kok dipakai ibarat pohon ara bersemi segala. Pusing!
MARKUS: Aku sendiri juga belum seratus persen ngerti. Tapi pohon ara yang bersemi itu kan tanda yang pasti mengenai musim panas sudah di ambang pintu. Nah, kepastian seperti inilah yang boleh kalian pegang bila kalian mengalami macam-macam kegelisahan di zaman edan.

Salam hangat,
A. Gianto

Senin, 05 November 2012

InjMg XXXII/B, 11 Nov 2012 (Mrk 12:38-44 )



LURUS DI HADAPAN TUHAN DAN SESAMA?

Menurut isinya, Mrk 12:38-44 (Injil Minggu Biasa XXXII tahun B) terdiri dari dua bagian. Yang pertama, ay. 38-40, memuat amatan keras Yesus terhadap perilaku sementara ahli Taurat yang suka mempertontonkan kesalehan dan menyalahgunakan penghormatan orang terhadap mereka, tapi lebih-lebih karena mereka "menelan rumah janda-janda", serta mengelabui mata orang dengan doa mereka yang berkepanjangan. Dalam bagian selanjutnya, ay. 41-44, didapati pengajaran Yesus kepada para muridnya ketika mengamati orang-orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan di Bait Allah. Ada seorang janda miskin yang memberikan uang receh paling kecil - itulah seluruh nafkahnya. Kata Yesus, pemberiannya lebih dari orang-orang yang memberi dari kelimpahan mereka. Apa ini pujian bagi sang janda dan sindiran terhadap orang yang memberi dari kelimpahan? Mari kita temukan Kabar Gembira petikan kali ini agar kita dapat pula ikut mewartakannya.

ARAH TAFSIR

Petikan ini bukan pertama-tama dimaksud untuk mengecam sikap sementara orang maupun untuk memuji-muji orang miskin yang berani berkorban, melainkan untuk mengajar para murid bernalar. Begitu juga Warta Gembira bagi kita jangan kita jadikan kabar buruk bagi orang lain. Ini prinsip yang perlu dipegang dalam menafsirkan Alkitab khususnya dalam memakainya dalam pewartaan. Bila tidak, Injil akan menjadi alat pengecam dan sulit menjadi Kabar Gembira bagi siapa saja.
Hendak diajarkan kepekaan mewaspadai kebiasaan kita sendiri. Dalam ay. 38, dikatakan "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang...!" Dinasihatkan agar orang awas, artinya tidak menerima begitu saja apa yang di kalangan umum diterima sebagai tindakan yang patut disetujui dan bahkan dijadikan teladan. Apalagi bila menyangkut tokoh-tokoh yang berwibawa, seperti para ahli Taurat. Mereka ini orang yang tahu menahu tentang agama. Mereka lazim menjadi panutan orang banyak. Sebenarnya ada banyak ahli Taurat yang baik, juga pada zaman itu. Tapi ada beberapa gelintir dari mereka yang menyalahgunakan kedudukan serta penghormatan orang terhadap mereka. Mereka inilah yang disoroti.

PEGANGAN

Tidak mudah menilai anggapan serta perbuatan para tokoh seperti kaum ahli Taurat. Apa pegangannya? Tak lain dan tak bukan yakni mewaspadai apa kelakuan tertentu itu sejalan atau kurang sejalan dengan dua perintah yang paling terutama yang dijadikan pokok pembicaraan dalam Mrk 12:28-34 (Injil Minggu lalu), yakni mengasihi Tuhan Allah dengan seutuh-utuhnya dan mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Mempertontonkan kesalehan dalam berdoa dan mengharapkan penghargaan dari orang bukan cara yang cocok untuk menepati perintah mengasihi Tuhan Allah. Mengapa? Karena Dia dijadikan dalih agar diri sendiri mendapat kemudahan, memperoleh penghormatan, menikmati privilegi sebagai rohaniwan, sebagai ulama. Apalagi dengan dalih seperti itu kasarnya apa-apa saja bisa dipaksa-paksakan: bila begitu menghujat, kami membela Tuhan Allah, kalian mesti tunduk! Jangan melecehkan orang yang menjalankan ibadat, karena "ia sedang mengasihi Tuhan". Tapi Tuhan sendiri malah tidak mendapat tempat dalam kehidupan orang seperti itu.
Menelan rumah janda-janda, membeli dengan paksa, atau mengambil alih tempat berlindung mereka itu kelakuan yang kejam. Juga jadi tindakan yang paling melanggar perintah mengasihi sesama seperti diri sendiri. Memang kebanyakan orang biasa tidak memiliki rumah sendiri, mereka biasa menyewa dari pemilik tanah. Tapi bila penyewa meninggal maka istrinya tidak langsung berhak meneruskan memakai tanah atau rumahnya. Janda itu biasanya disuruh pergi, dan nasibnya tergantung pada sanak dekat yang menurut aturan hukum adat dapat diminta mengurusnya. Keadaan umat Perjanjian Lama dulu di Mesir seperti itu. Karena itu dalam kepercayaan mereka, Tuhan menampilkan diri sebagai sanak terdekat yang membela mereka dan menuntun mereka keluar dari tempat penderitaan dan memberi mereka negeri baru! Oleh karena itu jauh di kemudian hari setelah umat mengalami perbaikan hidup, diajarkan agar selalu diingat bahwa leluhur mereka dulu menderita dan oleh karena itu kini jangan sekali-kali memperlakukan orang yang tak ada pelindungnya dengan semena-mena. Bila tak mau mengerti, nanti Tuhan sendiri akan menjadi pembela orang yang tertindas tadi, seperti dulu juga. Dan orang yang berlaku keras akan terhukum seperti raja Mesir dan penindas lain dulu! Tak ada hukuman lain yang lebih berat daripada dimusuhi oleh Tuhan sendiri.

MANAJEMEN GEREJA

Di kalangan Gereja Awal tumbuh kepedulian besar akan keadaan para janda. Kis 6:1-6 mempermasalahkan kurangnya pelayanan yang semestinya diberikan kepada para janda, bahkan dalam kebutuhan yang amat sehari-hari. Para pemimpin sibuk mengurus pengajaran mengenai Sabda sehingga urusan sehari-hari kurang dapat ikut mereka tangani. Ini masalah manajemen dalam komunitas tapi yang berakibat pada terlantarnya orang-orang yang mesti diurus. Guna memperbaiki keadaan, maka diangkatlah orang-orang yang ditugasi mengurus kebutuhan yang kurang dapat diurus para pemimpin sendiri. Begitulah asal usul adanya para diakon dalam Gereja Awal. Terlihat dalam komunitas pertama itu betapa besarnya perhatian terhadap para janda. Juga dalam Kis 9:39 disebutkan bahwa Dorkas (Tabita) dikenang karena jasanya mengurus keperluan sandang bagi para janda. Dari 1 Tim 5:3-16 bahkan dapat disimpulkan bagaimana tertibnya organisasi pelayanan bagi para janda. Ada daftar siapa yang betul-betul membutuhkan pelayanan. Ada pengaturan, bila mungkin hendaknya saudara dekatnya menolong, termasuk mendapatkan suami. Ini semua karena masyarakat waktu itu memang sulit bagi perempuan yang hidup sendirian. 

Bagaimana menafsirkan amatan mengenai sang janda yang memberikan seluruh nafkahnya itu (Mrk 12:44)? Dikatakan bahwa ia memberi jauh lebih banyak dari pada orang-orang yang memberi dari kelimpahannya. Pembaca mesti pandai-pandai menyadari permasalahannya. Memang gampang menggarisbawahi pemberian sang janda ini pemberian yang menyeluruh, tanpa menyisakan bagi diri sendiri, dst. Sikap seperti ini tentunya mesti dipegang dalam memberi, apalagi kepada Tuhan. Tapi tafsiran seperti itu sebenarnya kurang menggali warta Injil degan cukup dalam. Juga bukan cara untuk berwarta. Tidak banyak yang dapat berlaku seperti janda itu dalam hidup nyata. Maka tak usah ke sana arahnya. Malah akan membuat Injil makin jauh dari kehidupan.

PEMBERIAN?

Pendengar zaman dulu tentunya paham akan keadaan para janda dalam komunitas mereka. Dan mereka akan membandingkan kisah itu dengan kenyataan yang sehari-hari. Dikatakan janda itu memberikan seluruh nafkahnya. Ini akan dimengerti sebagai ungkapan bahwa sang janda masih butuh dan berhak mendapat perhatian sungguh. Jadi bukan semata-mata kisah mengenai nilai pemberian dari orang miskin? Bagaimana penjelasannya?

Iuran wajib bagi Bait Allah (seperti perpuluhan dst.) memang dipakai sebagian untuk pemeliharaan tempat ibadat dan keperluan upacara, tetapi sebagian besar dialokasikan sebagai bantuan bagi orang-orang miskin, yatim piatu, dan janda. Semuanya diatur dalam anggaran Bait Allah. Orang yang tak punya apa-apa akan mendapat bantuan, asal betul-betul tak punya. Nah janda tadi memberikan seluruh "nafkahnya" yang tentunya diperoleh bukan dari bantuan tadi. Dengan demikian ia akan berhak mendapat bantuan yang diperuntukkan baginya. Tentunya bantuan Bait Allah ini akan lebih besar daripada dua keping uang tembaga, yang tidak akan cukup untuk hidup sehari. Tetapi bila sang janda memegang "nafkahnya" yang hari itu memang hanya dua uang tembaga receh itu bisa jadi ia tidak dianggap butuh bantuan resmi tadi - mungkin ia masih mendapat nafkah lain sampai cukup buat menyambung hidup. Tetapi bila merelakan semua yang ada, maka ia akan dinyatakan tak punya apa-apa lagi dan hidupnya hari itu akan ditanggung yang berwajib. Tak usah kisah ini dimengerti sebagai ajakan memuji-muji sikap memberi sang janda tadi atau menyindir orang yang berduit. Ia boleh dipuji dengan alasan lain yang akan diutarakan di bawah. Kisah ini pertama-tama ditujukan kepada para pengurus komunitas para murid agar siap memperhatikan orang-orang seperti janda yang tak memiliki apa-apa lagi sehingga hidupnya menjadi tanggungan jemaat. Kisah ini disampaikan untuk menajamkan kepekaan terhadap orang yang berhak mendapatkan bantuan, bukan untuk meromantiskan mereka. 

Namun demikian, keberanian sang janda dalam menyatakan diri tak punya apa-apa lagi dengan cara tadi patut dilihat sebagai penyerahan diri kepada kebaikan Tuhan. Mempercayakan diri sepenuhnya, inilah pengajaran Injil hari ini. Bagaimana dengan orang yang memberi dari kelimpahan, yang tentunya dapat masih dapat menyandarkan diri pada harta milik yang ada padanya. Mereka, dan orang-orang seperti kita, diajak berani belajar semakin menyandarkan diri kepada Tuhan. Tak perlu dengan cara pemberian, melainkan dengan cara yang akan melibatkan diri. Apa itu? Yesus tidak menunjukkan seluk beluknya. Dan Injil diam. Diserahkan kepada pemahaman dan kesuburan moral masing-masing. Prakarsa serta kreativitas masing-masing masih mendapat tempat. Dan ini termasuk Kabar Gembiranya. 

Salam hangat,
A. Gianto

SANTO THEOPHANE VENARD



Orang Kudus hari ini 6 November:
SANTO THEOPHANE VENARD

Bahkan semasa mudanya, imam Perancis yang kudus ini telah berangan-angan untuk menjadi seorang martir. Ia bersekolah untuk menjadi seorang imam. Kemudian ia masuk seminari untuk para misionaris di Paris, Perancis. Keluarganya, yang sangat ia kasihi, teramat sedih memikirkan bahwa kelak, setelah menjadi imam, ia akan meninggalkan mereka. Pada
masa itu perjalanan tidaklah semudah seperti sekarang ini. Theophane sadar bahwa perjalanannya menyeberangi samudera luas ke Timur hampir dapat dipastikan akan memisahkannya dari keluarganya sepanjang hidupnya.

“Saudariku tersayang,” demikian tulisnya dalam salah satu suratnya, “betapa aku menangis ketika membaca suratmu. Ya, aku sadar sepenuhnya akan penderitaan besar yang aku timbulkan bagi keluarga kita. Aku pikir, terlebih-lebih lagi betapa dahsyat penderitaan itu bagimu, adikku terkasih. Tetapi, tidakkah kamu berpikir bahwa aku mencucurkan banyak air mata juga? Dengan mengambil keputusan demikian, aku sadar bahwa aku akan menyebabkan penderitaan teramat besar bagi kalian semua. Siapakah yang mencintai keluarganya lebih daripada aku? Seluruh kebahagiaanku di dunia ini berasal dari sana. Tetapi Tuhan, yang telah mempersatukan kita semua dalam ikatan cinta kasih mesra, ingin menarikku dari sana.”

Setelah ditahbiskan menjadi imam, Theophane berangkat ke Hong Kong. Ia mulai berlayar pada bulan September 1852. Ia belajar beberapa bahasa asing selama lebih dari setahun di sana. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya ke Tongking. Dua rintangan menghambat karya misionaris kita yang penuh semangat ini, yaitu: kesehatannya yang buruk dan penganiayaan yang dahsyat. Tetapi ia terus berjuang dengan gigih. Sering ia menulis kepada saudarinya yang terkasih di Perancis tentang segala petualangan serta pengalamannya meloloskan diri dari para penganiayanya. Akhirnya, setelah dengan gigih melayani banyak umat Kristiani di Tongking, Theophane tertangkap juga. Ia dirantai dan dimasukkan dalam kurungan selama dua bulan.

Sikapnya yang lemah lembut meluluhkan hati semua orang, bahkan para sipir penjara. Ia berhasil menulis sepucuk surat kepada keluarganya di mana ia menulis, “Semua orang di sekitarku adalah orang yang beradab serta sopan. Banyak dari antara mereka yang mengasihiku. Dari pejabat tinggi hingga prajurit yang terendah sekali pun, semua menyesalkan bahwa hukum negara menjatuhkan hukuman mati. Aku tidaklah mereka siksa seperti saudara-saudaraku yang lain.” Namun demikian, simpati mereka tidaklah dapat menyelamatkan nyawanya. Setelah St. Theophane dipenggal kepalanya, kerumunan umat berebut mencelupkan saputangan mereka pada darahnya (sebagai reliqui). St. Theophane wafat sebagai martir pada tanggal 2 Februari 1861. Pastor Venard dinyatakan kudus oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 19 Juni 1988. Ia adalah salah seorang dari Para Martir Vietnam yang pestanya dirayakan pada tanggal 24 November. (Yesaya)