Mat 25:31- 46, Mengapa Kristus disebut Raja
Rekan-rekan yang budiman!
Digambarkan dalam Mat 25:31-46 bagaimana pada
akhir zaman nanti Anak Manusia datang sebagai raja untuk menghakimi semua
bangsa. Pahala diberikan kepada mereka yang berbuat baik kepadanya ketika ia
lapar, haus, tak ada kenalan, telanjang, sakit, bahkan dipenjara. Mereka yang
tak punya kepedulian akan tersingkir. Mereka tidak menyadari bahwa perlakuan
kepada salah satu dari saudaranya yang paling hina sama dengan perbuatan
terhadapnya sendiri. Bagaimana memahami ajaran Injil yang dibacakan pada hari
raya Kristus Raja Semesta Alam tgl. 23 November 2014 ini? Beberapa hal saya
bicarakan dengan Matt sendiri. Karena akan berguna bagi rekan-rekan, berikut
ini saya kutipkan balasannya. Ia juga ada pesan khusus pada akhir suratnya.
Semoga bermanfaat, A. Gianto
[...] Gus, pengajaran Yesus ini kutemukan dalam
sumber yang tidak dikenal Mark maupun Luc. Juga Oom Hans tidak menyebutnya.
Bahan itu kemudian kutaruh bersama dengan beberapa pembicaraan lain mengenai
akhir zaman dalam bab 24-25 dengan penyesuaian di sana sini. Kusisipkan
perumpamaan Anak Manusia memisahkan bangsa-bangsa seperti “gembala memisahkan
domba dari kambing” (Mat 25:32). Maksudnya, penghakiman itu bukan semena-mena.
Ia mengenal mereka sebagai gembala mengenal kawanannya satu per satu. Ia tahu
siapa yang membiarkan diri diberkati. Seperti domba-domba, mereka ini akan
diberinya tempat aman di sebelah kanannya. Tetapi yang menyukai kekerasan –
seperti kambing – akan dijauhkannya.
APABILA ANAK MANUSIA DATANG DALAM
KEMULIAANNYA…
Apakah itu ramalan? Sama sekali bukan bila yang
dimaksud ialah “pengetahuan gaib tentang masa depan”. Yang hendak disoroti
ialah keadaan yang sedang berlangsung kini. Begini, kita biasa memahami masa
sekarang sebagai kelanjutan dan akibat peristiwa-peristiwa masa lampau. Nah,
dalam petikan ini semuanya digeser ke depan dan dengan demikian dapat menjadi
pengarahan dan harapan. Jadi keadaan sekarang ini ialah “masa lampaunya”
kejadian “kelak” yang digambarkan dalam petikan ini. Namun pengertian kami
mengenai jalannya sejarah tidak seperti mesin, bila begini pasti begitu. Kami
justru melihat adanya unsur yang tidak termasuk hukum-hukum perjalanan waktu,
yakni kehadiran Yang Ilahi. Kehadiran-Nya bisa memberi arah baru pada sejarah
kemanusiaan dengan cara-cara yang tidak kita duga sama sekali. Baru kita sadari
setelah terjadi. Dan yang kalian dengarkan hari ini ada dalam arah itu.
Kehadiran Yang Ilahi itu dibicarakan dengan memakai gagasan tampilnya “Anak
Manusia” dalam kemuliaannya tapi yang tidak langsung dikenali. Orang bertanya
“Kapan kami melihatmu…?
“Anak Manusia” di sini berhubungan erat dengan
Dan 7:13. Di situ Daniel melihat ada sosok yang “seperti anak manusia” datang
mengarah kepada Yang Mahakuasa untuk menerima kuasa atas bumi dan langit.
Lihat, kuasa ini diberikan bukan kepada malaikat, atau makhluk ilahi, melainkan
kepada tokoh yang memiliki ciri-ciri sebagai manusia itu. Dan tentangnya
dikatakan “mengarah” ke Yang Mahakuasa. Inilah kemanusiaan yang terbuka bagi
keilahian, tidak menutup diri atau malah mau menyainginya. Semua ini ikut
disampaikan dalam pengajaran Yesus dalam petikan Injil hari ini. Anak Manusia
tampil sebagai yang kini menduduki tahta kemuliaannya tetapi tetap mengarahkan
diri kepada Yang Mahakuasa. Dalam ay. 34 ia malah terang-terangan menyebut-Nya
sebagai Bapa yang telah menyiapkan tempat bagi mereka yang diberkati.
Dalam bahasa yang dipakai Yesus, bahasa Aram,
ungkapan “anak manusia” itu artinya sama dengan “manusia”, tapi dengan
penekanan pada sifatnya sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Dalam alam pikiran
kami, seluruh umat manusia itu makhluknya Yang Maha Kuasa. Yesus beberapa kali
merujuk pada dirinya sendiri sebagai “Anak Manusia”. Hendak dikatakannya, ia tahu
tempatnya sebagai manusia di hadapan Pencipta. Hidupnya berasal dari Dia.
Karena itu Yesus mengajarkan bahwa Sang Pencipta dapat dipanggil sebagai Bapa.
Coba ucapkan doa Bapa Kami – di situ terpeta siapa Dia yang dapat dipanggil
Bapa tadi.
Ingat kisah pengakuan Petrus bahwa Yesus itu
Mesias – Yang Terurapi – Anak Allah yang hidup (Mat 16:16)? Tetapi kemudian
Yesus melarang murid-muridnya memberitahukan kepada siapa pun bahwa ia Mesias
(16:20). Ia malah berbicara mengenai penderitaannya bakal ditolak, dibunuh,
tetapi akan dibangkitkan pada hari ketiga (16:21). Kata “ia” yang kupakai di
situ menjelaskan makna ungkapan aslinya, yakni “Anak Manusia”, yang ada dalam
tulisan Mark yang menjadi sumberku (Mrk 8:31). Luc malah eksplisit
menampilkannya dalam ujud kutipan langsung (Luk 9:22). Yesus ingin agar
murid-muridnya mengerti terlebih dahulu bahwa kemesiasannya itu hanya berarti
bila disertai pengakuan diri sebagai makhluk di hadapan Pencipta. Juga baru
dengan demikian ia dapat tampil sebagai Mesias yang senasib sepenanggungan
dengan manusia.
SEMUA BANGSA AKAN DIKUMPULKANNYA
Kau bertanya apakah “semua bangsa” dalam Mat
25:32 merujuk kepada seluruh umat manusia, seperti kerap ditafsirkan. Terus
terang bukan itulah yang kupikirkan. Kau tahu kan, istilah ini berasal dari
tradisi Perjanjian Lama. Di situ “bangsa-bangsa” ialah mereka yang tidak
termasuk “umat Allah”, yakni yang bukan orang Yahudi. (Bdk. Mat 24:14, juga
28:19 yang kaubicarakan bagi Pesta Kenaikan Tuhan) Tetapi di kalangan kami
timbul pertanyaan yang mengusik batin. Dapatkah “bangsa-bangsa” itu ikut masuk
hidup abadi? Atau mereka tak masuk hitungan? Memang kami beruntung karena jadi
bangsa terpilih, tapi kami kan tak boleh melupakan orang lain. Lalu bagaimana?
Menurut Yesus, keselamatan “bangsa-bangsa” itu
bergantung pada perlakuan mereka kepada sang raja ketika ia lapar, haus, tak
ada tumpangan, telanjang, sakit, dipenjara. Tapi ketika mereka bertanya kapan
mereka ada kesempatan berbuat demikian terhadap dia, sang raja menjawab, yang
kalian perbuat terhadap “salah seorang (saudaraku) yang paling hina ini” (ay.
39 dan 45) sama dengan yang kauperbuat terhadapku. Maksudnya orang yang
termasuk kaumnya sang raja, termasuk bangsa terpilih. Yesus tidak menghapus
tradisi mengenai bangsa terpilih, tetapi malah mengembangkannya. Jawaban ini
genial. Mereka yang di luar lingkungan bangsa terpilih dapat ikut menikmati
keselamatan bila mereka menghargai yang paling kecil dari bangsa terpilih tadi.
Penting kalian ketahui, pembicaraan tadi
ditujukan terutama kepada kami, pengikut Yesus yang berasal dari lingkungan
Yahudi, yang merasa lebih beruntung daripada “bangsa-bangsa”. Mereka sendiri
bukanlah pendengar yang dimaksud. Karena itu jangan petikan ini ditafsirkan
sebagai imbauan kepada mereka agar berbuat baik kepada orang seperti kami,
berikut janji pahala dan ancaman hukuman. Yesus bukan guru yang naif. Sapaannya
diarahkan langsung kepada kami yang merasa sudah mengikuti dia. Ia mau berkata,
mereka akan ikut selamat bila kalian membiarkan diri menjadi jalan bagi mereka.
Hiduplah menurut kehendak Bapa, jadilah “saudaraku” yang sungguh, sehingga
orang luar – “bangsa-bangsa” itu – melihat integritas kalian dan
memperlakukan kalian dengan baik.
Tampak betapa manusiawinya ajaran Yesus itu tapi
juga betapa luhurnya Anak Manusia yang mengajarkan semua ini. Tak heran ia
disebut Raja semesta alam! Inilah corak universal ajarannya. Seperti dikisahkan
teman kita Luc, komunitas pengikut Yesus diperkaya dengan ikut sertanya
“bangsa-bangsa”, yakni orang-orang seperti Kornelius dan orang-orang yang
mendengarkan pewartaan Paul di mana-mana.
SARAN DAN PESAN
Bukan maksudku mengajak kalian memandangi zaman
dulu saja. Aku tahu kalian memahami diri sebagai umat Allah yang baru. Begitu
kan teologi Gereja kalian? Konsekuensinya, kalian diharapkan berani menjadi
“saudara”-nya Yesus, sekecil apapun. Bisakah kalian menerima kenyataan Sabda
Bahagia? Kalau ya, teruskan, dan kalian akan menjadi jembatan emas bagi
“bangsa-bangsa” di zaman kalian. Terus terang aku sampai hari ini masih gelisah
memikirkan apa nanti akan ada yang terpaksa perlu ditempatkan di sebelah kiri
dan disuruh enyah. Bila ya, artinya kami gagal membuat pihak-pihak lain melihat
bahwa kepercayaan yang kami hayati itu patut mereka tanggapi baik-baik. Kami
juga akan merasa kurang mampu menunjukkan diri betul-betul saudara raja tadi.
Gus, mintakan pertolongan rekan-rekan, tutuplah kekurangan kami di masa lampau
dengan yang bisa kalian buat sekarang. Dan kami akan lebih tenang. Kalian itu
sambungan hidup kami!
Ini juga penghabisan kalinya Injil Matius kalian
bacakan pada hari Minggu. Gus, terima kasih sudah berusaha menguraikan
kisah-kisahku tentang Yesus bagi orang zaman ini. Tidak perlu kita selalu
sekata mengenai semua hal. Bila begitu nanti khazanah Injil malah tidak
tertimba. Bila dua ahli Kitab saling mengulang, apa yang bisa dituai pendengar?
Itu itu juga! Kami dididik berani memasuki liku-liku teks agar semakin
diperkaya di dalam interaksi dengan teks. Dan teksnya sendiri akan mekar jadi
indah. Bila begitu peneliti teks boleh berkata, dalam bahasa Yunani,
“matheteutheis” (Mat 13:52), artinya, “telah memperoleh hikmat pengajaran”. Ah,
tak usah menduga-duga apa bunyi kata itu mau mengingatkan nama resmiku,
“Maththaios”.
Mulai Minggu depan kalian akan lebih sering
mendengarkan Mark. Juga Oom Hans akan kerap datang. Mark itu hemat kata. Ia
mengikhtisarkan ceramah-cermah Petrus di Roma bagi pendengar yang semakin ingin
tahu siapa Yesus Kristus itu. Luc dan aku sendiri berhutang banyak kepada Mark.
Dan juga Oom Hans, meski beliau baru menerbitkan bukunya setelah kami semua
selesai menulis! Kalian pasti akan belajar banyak dari mereka berdua. Dan
engkau sendiri masih akan menulis tentang mereka kan?
Selamat tinggal! Sampaikan salam kepada
rekan-rekan di Internos,
Matt
Salam, A Gianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar